REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Perekonomian Sumatera masih bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA). Nyaris seluruh provinsi di pulau ini mengandalkan komoditas yang "dipanen" dari permukaan bumi atau dalam bumi, seperti migas, minyak kelapa sawit (CPO), hingga karet untuk diekspor. Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno melihat bahwa kondisi ini memaksa Sumatera untuk membangun lebih banyak industri hilir.
Khusus untuk industri pengolahan hasil perkebunan, Irwan bahkan mengajak seluruh pimpinan provinsi di Sumatera untuk merumuskan perluasan industri hilir. Ekspor CPO dan karet, ujar Irwan, adalah bentuk nyata bahwa Sumatera lebih banyak mengekspor produk mentah dibanding produk olahan atau jadi.
"Untuk itu, perlunya kita bentuk satu tempat pengolahan industri perkebunan di daerah masing-masing. Kita cari investor. Hasil kebun kita banyak yang diekspor, mereka olah, dan kita beli lagi harganya pasti sudah sangat tinggi," ujarnya saat Rapat Koordinasi dengan Gubernur se-Sumatera, Kamis (22/11).
Irwan meminta setiap provinsi untuk memetakan industri hilir seperti apa yang memungkinkan untuk dibangun. Keberadaan industri hilir yang mampu menyerap produk mentah diharapkan bisa meningkatkan harga jual di level petani. Irwan berkaca pada produk CPO dan karet yang tak kunjung pulih sejak harganya melemah tiga tahun terakhir.
"Punya pengolahan sendiri. Pasti harga kita yang tentukan, dan itu tidak akan merugikan. Namun, jika kita jual itupun tergantung mereka yang beli dari segi harga. Jika kita beli kembali hasilnya telah diolah mereka pasti telah dipatok harganya," katanya.