REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas institusi keuangan syariah di Indonesia, Kampus STEI SEBI mengadakan International Workshop on Sharia Auditing. Acara tersebut digelar di Hotel Sofyan Cut Meutia, Jakarta, Rabu (21/11). Tema yang diangkat adalah implementasi audit syariah pada lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Siaran pers STEI SEBI yang diterima Republika.co.id, Kamis (22/11) menyebutkan, workshop tersebut dihadiri 40 peserta.Mereka berasal dari berbagai institusi seperti lembaga pendidikan universitas dalam dan luar negeri; bank syariah seperti BSM, Maybank Syariah, BJB Syariah, Muamalat, dan Permata Syariah; Ikatan Akuntan Indonesia (IAI); Kantor Akuntan Publik (KAP); Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI); hingga perwakilan dari Dewan Syariah Nasional MUI.
Pakar Audit Syariah asal Malaysia Prof Dr Abdul Rahim mengatakan, proses audit syariah bukan hanya mencari kesalahan-kesalahan dalam lembaga keuangan syariah (LKS). Tidak kalah pentingnya adalah membangun kekuatan agar tercipta kesempurnaan kepatuhan syariah.
Ia mengungkapkan, Malaysia sudah mulai membangun audit syariah sejak 2011 di mana bermula proses kerangka audit syariah (Syariah Governance Framework). “Setidaknya ada tujuh perbedaan audit pada umumnya dengan audit syariah, yaitu cakupan, objektivitas, tatakelola, kompetensi, proses, pelaporan dan etika,” ujar profesor dari Universitas Sains Islam Malaysia (USIM).
Senada dengan hal tersebut, Ketua STEI SEBI, Sigit Pramono PhD mengatakan, diiperlukan harmonisasi prinsip audit syariah. Ia mengemukakan, pada umumnya yang berlaku dan diusung oleh Kementrian Agama, sebagai contoh, proses auditing disamakan selayaknya audit pemerintah terhadap lembaga negara tentang keuangan.
Menurutnya, hal ini jelas berbeda dengan konsep audit syariah yang ada. “Oleh karena itu semua stakeholder harus memahami prinsip audit syariah,” ujar Sigit Pramono.