Jumat 23 Nov 2018 16:28 WIB

Pelapor Merasa Terpukul Kasus Baiq Nuril Mencuat ke Publik

Republika mengunjungi rumah Muslim, mantan kepsek SMAN 7 pada hari ini.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Andri Saubani
Baiq Nuril Maknun
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Baiq Nuril Maknun

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Polemik kasus Baiq Buril menyita begitu banyak perhatian publik. Nuril yang merupakan staf honorer di SMAN 7 Mataram dinyatakan bersalah karena dianggap menyebarkan rekaman percakapan asusila mantan Kepala SMAN 7 Mataram, Muslim.

Republika mencoba mendatangi rumah Muslim yang berada di Lingkungan Pondok Prasi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, NTB. Saat didatangi pada Jumat (23/11) sekira pukul 14.30 Wita, rumah Muslim terlihat sepi dari aktivitas.

Meski gerbang rumahnya terbuka, namun pintu rumahnya tertutup rapat dan tidak terlihat aktivitas berarti. Pun saat berulang kali pintu diketuk, tidak ada jawaban dari dalam rumah. Padahal, terlihat banyak sepatu dan sandal yang berjejer di rumah itu.

Menurut warga Lingkungan Kampung Bugis dan Pondok Prasi, di sekitar tempat tinggal Muslim, mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram mulai jarang terlihat berinteraksi dengan warga saat kasus Nuril kembali mencuat ke publik sejak putusan Mahkamah Agung (MA) kembali menjerat perempuan ini.

Warga Lingkungan Pondok Prasi, Amrullah, mengatakan, Muslim jarang berinteraksi dengan warga Pondok Prasi dan lebih sering berinteraksi dengan warga Kampung Bugis. "Bergaulnya dengan warga Kampung Bugis saja karena rumahnya berada di perbatasan dan lebih dekat ke Kampung Bugis," ujar Amrullah.

Amrullah juga mengaku kaget dengan kasus yang menimpa Muslim. Padahal, dia katakan, semasa mudanya, Muslim, merupakan salah satu tokoh LSM yang getol memperjuangkan hak-hak nelayan di pesisir Pantai Ampenan.

Kepala Lingkungan Kampung Bugis, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Hery Kurniawan, memiliki sikap serupa. Ramainya pemberitaan di media massa, membuat dia dan warga sekitar terkejut

Hery menyampaikan, kendati Muslim merupakan warga Pondok Prasi, namun ia aktif mengikuti rapat warga di Lingkungan Kampung Bugis. Menurut dia, banyak juga warga yang kerap meminta saran dan masukan karena menilai Muslim sebagai salah satu warga yang memiliki kompetensi keilmuan yang baik.

Belum lama ini, Hery juga mengaku bertemu Muslim. Kepada Hery, Muslim mengaku sangat terpukul dengan kasus yang terjadi. "Saya ketemu empat hari lalu usai menunaikan shalat Maghrib, memang beliau terpukul akibat kasusnya tersebut," ujar Hery.

Tak hanya dirinya, lanjut Hery, istri dan dua anak Muslim juga terpukul akibat kasus yang menimpa Muslim. Dia berharap, Muslim mau 'keluar' dan menjelaskan kasusnya kepada masyarakat luas. Hal ini, dia katakan, agar ada perimbangan pemberitaan dari pihak Muslim.

"Kalau dari sudut pandang saya, Pak Muslim itu orangnya baik, tapi memang akibat kasusnya mencuat dengan Baiq Nuril, dia terkesan tertutup dan menghindar dari siapa pun," kata dia menambahkan.

Baca juga

Baiq Nuril yang merupakan mantan staf tata usaha di SMAN 7 Mataram, mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.

Satu ketika dia ditelepon oleh atasannya berinisial Muslim. Perbincangan antara Muslim dan Nuril berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari 20 menit perbincangan itu, hanya sekitar lima menit yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, Muslim malah bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya.

Perbincangan itu pun terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Nuril. Terlebih, Muslim menelepon Nuril lebih dari sekali. Nuril pun merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh Muslim melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan Muslim.

Merasa jengah dengan semua itu, Nuril berinisiatif merekam perbincangannya dengan Muslim. Hal itu dilakukannya guna membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan atasannya itu. Kendati begitu, Nuril tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut pekerjaannya terancam.

Hanya saja, ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerja Baiq, soal rekaman itu. Namun, rekaman itu malah disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.

Diketahui, penyerahan rekaman percakapannya dengan Muslim, hanya dilakukan Nuril dengan memberikan ponsel. Proses pemindahan rekaman dari ponsel ke laptop dan ke tangan-tangan lain sepenuhnya dilakukan oleh Imam.

Merasa tidak terima aibnya didengar oleh banyak orang, Muslim pun melaporkan Nuril ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal rekaman tersebut disebarkan oleh Imam, namun malah Nuril yang dilaporkan oleh Muslim.

Kasus ini pun berlanjut hingga ke persidangan. Setelah laporan diproses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.

Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Nuril bersalah dan menghukumnya dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement