Jumat 23 Nov 2018 18:14 WIB

KPU akan Sosialisasikan Cara Mencoblos ke Difabel Mental

KPU tetap mendata penyandang disabilitas mental berdasarkan identitas kependudukan.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Viryan Azis memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta Pusat, Jumat  (5/10).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Viryan Azis memberikan keterangan kepada wartawan di Jakarta Pusat, Jumat (5/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi tentang pemilu dan tata cara pemungutan suara kepada penyandang disabilitas mental. KPU tetap mendata penyandang disabilitas mental berdasarkan identitas kependudukan.

"Kenapa perlu, karena kan tidak semua penyandang disabilitas ini memahami soal pemilu, bahkan masih ada yang tidak mengerti sama sekali," ujar Viryan kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/11).

Viryan melanjutkan, dalam pelaksanaan pemungutan suara nanti mereka bisa didampingi oleh pendamping atau tidak didampingi. Kepada penyandang disabilitas mental yang msih sehat tidak diperlukan hak pilih saat mencoblos nanti.

Sebaliknya, bagi mereka yang sedang dalam kondisi tidak sehat bisa didampingi oleh pendamping dari keluarga atau petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Karenanya, sosialisasi soal pemilu kepada penyandang disabilitas mental tetap perlu.

Viryan pun  mengungkapkan, pendataan penyandang disabilitas mental sebenarnya bukan hal baru dalam pemilu. Sebab, dalam pemilu-pemilu sebelumnya, pendataan semacam i ni sudah pernah dilakukan.

"Dalam regulasi kepemiluan sejak pemilu 1955 sampai  pemilu 2016, seluruh warga negara indonesia yang berusia 17 tahun atau telah menikah memiliki hak pilih termasuk di dalamnya penyandang disabilitas mental. Jadi tidak ada larangan (bagi penyandang disabilitas mental untuk menggunakan hak pilih). Yang dilarang (memilih) hanya mereka yang sudah dicabut hak pilihnya," tegas Viryan.

Baca juga: Suara Penyandang Disabilitas Mental Penting Diakomodasi

Kemudian, sebelum Pilkada 2015 lalu saat pembentukan UU Pilkada yang memiliki klausul bagi penyandang disabilitas mental. Ketika telah disahkan, UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada menyebutkan selain warga negara yang dicabut hak pilihnya dan tidak sedang mengalami gangguan kejiwaan atau ingatan boleh menggunakan hak pilih.

Selanjutnya, UU ini diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK lantas memutuskan mereka diberikan kesempatan sebagai pemilih kecuali, sedang mengalami gangguan ingatan atau mengalami gangguan kejiwaan permanen yang dibuktikan dengan surat dokter.

"Maka mereka nanti akan kami data berdasarkan dokumen kependudukan, yaitu [unya KTP-el atau suket. Dalam pendataan nanti, kamia akn menyasar Rumas Sakit Jiwa,, panti sosial dan rumah penduduk," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement