REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas perkara milik tiga tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Selatan Tahun Anggaran 2018. Ketiga tersangka yakni Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lamsel Anjar Asmara, anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho.
"Hari ini penyidikan kasus Lampung Selatan telah selesai dan dalam waktu dekat akan dilakukan persidangan di Pengadilan Tipikor. Penyidik telah melakukan pelimpahanan barang bukti dan 3 tersangka ke penuntutan," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Jumat (23/11).
Febri menambahkan, terhadap tersangka Zainudin Hasan juga dilimpahkan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai sekitar Rp67 miliar. Dalam penyidikan TPPU ini, KPK telah melakukan penyitaan sejumlah aset, yaitu kendaraan berupa Harley Davidson, Vellfire, Mercedes B CLA 200 AMG, All New Pajero Sport Dakar, 2 unit New Xpander Ultimate, Speed Boat Krakatau dan Mercedes B S400. Sementara untuk aset ranah dan bangunan, KPK menyita 1 unit Ruko 439/Jagabaya III, 22 bidang tanah, Saham AIRAN dan Villa Tegalmas.
"Sidang rencananya akan dilakukan di PN Tipikor pada PN Lampung," ujarnya.
Sampai saat ini, jumlah saksi sekurangnya 75 orang. Para tersangka juga telah diperiksa masing-masing sekurangnya 5 hingga 6 kali dalam kurun Agustus hingga November 2018.
Diketahui, Zainudin Hasan terjerat dua kasus. Pertama, ia terjerat kasus suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Selatan Tahun Anggaran 2018 , KPK menetapkan Bupati Lamsel Zainudin Hasan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lamsel Anjar Asmara, anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho, dan pemilik CV 9 Naga, Gilang Ramadhan sebagai tersangka.
Zainudin, Agus dan Anjar disangka menerima suap sekitar Rp 600 juta dari Gilang. Suap itu diduga terkait fee 15 proyek infrastruktur di Dinas PUPR. Menurut KPK, Zainudin diduga mengarahkan agar semua pelaksanaan proyek di Dinas PUPR ditentukan melalui agus Bhakti. Zainudin juga meminta agar Agus berkoordinasi dengan Anjar Asmara mengenai permintaan fee dari kontraktor.
Sementara dalam TPPU Zainudin Hasan diduga telah menerima fee dari sejumlah proyek sebesar Rp57 miliar. Atas perbuatannya itu, Zainudin dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.