Ahad 25 Nov 2018 03:15 WIB

Hak Pilih Penyandang Disabilitas Mental Bermakna Penting

Psikiater menilai hal ini merupakan bentuk pengakuan bagi disabilitas mental

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga memasukan surat suara ke kotak suara. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Jaringan Rehabilitasi Psikososial Indonesia yang juga seorang dokter psikiater senior, Irmansyah menyebut hak pilih yang diberikan kepada penyandang disabilitas mental sangat bermakna penting. Menurutnya, hak pilih tersebut menjadi bentuk pengakuan terhadap penyandang disabilitas mental sama kedudukan di masyarakat.

Menurut Irmansyah, selama ini penyandang disabilitas mental kerap tersingkirkan hak-haknya dalam kehidupan bermasyarakat. "Setelah baca berita itu (hak pilih bagi penyandang disabilitas mental), mereka mengatakan terimakasih, bukan hanya mereka tapi keluarganya juga yang selama ini barangkali merasa tersingkirkan. Ini suatu simbol bahwa mereka WNI juga yang memiliki hak yang sama kedudukannya," jelas Irmansyah dalam diskusi di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Sabtu (24/11).

Irmansyah pun mengapresiasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan pendataan kepada pemilih penyandang disabilitas mental untuk Pemilu 2019. "Pemilu itu bisa dikatakan suatu proses yang bermakna, meskipun dia hanya datang, tapi itu sebetulnya pengakuan bahwa ia diterima di masyarakat. Hak politiknya sama," katanya.

Namun demikian, ia mempertanyakan adanya pihak-pihak yang mengkritisi keikutsertaan para penyandang disabilitas mental dalam meramaikan Pemilu 2019 mendatang. Lantaran, penyandang disabilitas mental dinilai tidak kompeten mengikuti pesta demokrasi

Bahkan, menurut Irmansyah, tidak sedikit kritikan-kritikan tersebut dilakukan melalui meme atau gambar di media sosial dengan nada menghina atau menjelekkan penyandang disabilitas mental. Padahal, para penyandang disabilitas mental sudah melalui berbagai proses untuk bisa membuat di tengah masyarakat.

"Mereka sudah dobel, sudah menderita, sudah kehilangan sebagian kemampuam kognitif, kemampuan sosial, daya realitasnya juga dan mereka dalam proses yang menuju ke perbaikan ya, proses perbaikan mereka melalui rehabilitasi juga cukup panjang," ujar Irmansyah

Baca juga: KPU Izinkan Penyandang Disabilitas Mental Masuk DPT

Akan tetapi, penyandang disabilitas mental harus menghadapi situasi yang tidak  "Mereka yang proses rehabilitasi itu lalu kembali berhadapan dengan penempatan dan situasi tidak enak itu sesuatu preseden yang luar biasa," ujarnya lagi.

Ia juga mempertanyakan pandangan sejumlah pihak yang memandang rendah keikutsertaan penyandang disabilitas mental dalam hal kualitas pelaksanaan Pemilu. Menurutnya, sebagian menilai bahwa penyandang disabilitas mental perlu mempertanggungjawabkan pilihannya.

"Ini yang seolah-olah kok mutu penyelengara bisa bertangung jawab dengan menyertakan orang dengan maslaah disabilitas mental ini. apakah semua itu pemilih itu dimintai dipertanggungjawaban kemudian? saya rasa tdk adil, jika disabilitas mental ini takut pemilu jadi salah atau chaos maupun tidak bermutu," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement