Ahad 25 Nov 2018 11:46 WIB

Liga Arab Kecam Larangan Perjalanan Pejabat Palestina

Pejabat Palestina dilarang melakukan perjalanan selama tiga bulan.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.
Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Reuters
Warga Palestina mengenakan makeup menyerupai karakter film Holywood Avatar dalam aksi menuntut 'Hak Kembali ke Tanah Air' di perbatasan Jalur Gaza dengan wilayah penjajahan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Liga Arab  mengecam keras keputusan pemerintah Israel yang melarang menteri dan gubernur Yerusalem melakukan perjalanan.

"Larangan perjalanan merupakan kejahatan yang hanya dilakukan oleh otoritas pendudukan," kata Abu Ali, Asisten Sekretaris Jenderal Liga Arab dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Anadolu, Ahad (25/11).

Pada Kamis, pemerintah Israel memberlakukan larangan perjalanan selama tiga bulan pada Menteri Palestina Urusan Yerusalem Adnan al-Husseini. Pemerintah Israel juga menyita paspornya. Larangan juga diberlakukan untuk Gubernur Yerusalem Adnan Ghaith. Ghaith dilarang memasuki wilayah Tepi Barat yang diduduki selama enam bulan.

Otoritas Israel tidak memberikan pernyataan apapun terkait alasan pelarangan kedua pejabat Palestina itu. Abu Ali menyerukan Israel untuk membatalkan larangannya terhadap dua pejabat Palestina tersebut. Menurutnya larangan itu merupakan tindakan yang tidak adil.

"Israel mencegah umat Islam dan Kristen menuju tempat ibadah di Yerusalem, yang merupakan tingkat tertinggi terorisme di dunia," katanya.

Yerusalem masih menjadi jantung utama dari konflik Timur Tengah selama puluhan tahun. Palestina berharap Yerusalem Timur - yang diduduki oleh Israel sejak 1967 - menjadi ibu kota negara masa depan mereka.

Hukum internasional  menganggap Yerusalem Timur, bersama dengan seluruh Tepi Barat, sebagai "wilayah pendudukan". Semua konstruksi pemukiman Yahudi di wilayah itu merupakan tindakan ilegal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement