Senin 26 Nov 2018 02:14 WIB

Prabowo-Sandi Beri Perhatian Penyandang Disabilitas Mental

Prabowo-Sandi tak akan membeda-bedakan dalam memberi perhatian kepada masyarakat.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Orang yang mengalami gangguan jiwa (ilustrasi)
Foto: Boldsky
Orang yang mengalami gangguan jiwa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan memberi perhatian kepada seluruh lapisan masyarakat. Termasuk, penyandang disabilitas mental.

"Tentu (beri perhatian) kan saya sudah bilang, mereka punya hak yang sama seperti warga negara Indonesia yang lain, mereka WNI, hak konstitusi memilih dan dipilih melekat," ujar Andre melalui sambungan telepon, Ahad (25/11).

Begitupun dalam kampanye ujar Andre, BPN Prabowo-Sandi juga tidak membeda-bedakan golongan apapun. BPN Prabowo-Sandi ujarnya, akan mengunjungi dan bersilaturahim kepada seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali penyandang disabilitas mental di panti sosial.

"Insya Allah, kita akan berkunjung ke seluruh lapisan masyarakat bukan hanya ke panti saja tapi juga seluruh lapisan masyarakat kita akan silaturahim," ucapnya.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, penyandang disabilitas mental boleh menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu) 2019. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mereka menggunakan hak pilihnya.

"Selain itu, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2015. Gangguan jiwa atau kehilangan ingatan itu kan tidak permanen. Maka jika tidak didaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian ketika pemungutan suara sudah sembuh, mereka bisa kehilangan hak pilih," ujar Pramono ketika dikonfirmasi wartawan, Ahad (20

Pramono melanjutkan, putusan MK juga menyatakan penyandang disabilitas mental bisa dimasukkan dalam DPT terlebih dulu. Kemudian, ketika hari H pemungutan suara, dan dinyatakan sehat secara kejiwaan oleh dokter, yang bersangkutan boleh menggunakan hak pilih. Sebaliknya, jika yang bersangkutan tidak mendapatkan rekomendasi atau surat keterangan bahwa sudah sehat dari dokter kejiwaan, dia tetap tidak bisa memilih.

"Jadi tetap dimasukkan ke DPT karena kesehatan mental atau jiwa itu sebetulnya juga gradasinya banyak, tidak semuanya permanen. Jadi hak pilihnya dulu yang dilindungi, sementara soal nanti mencoblosnya, itu harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter jiwa," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement