REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Serangan propaganda radikalisme dan terorisme ke lingkungan kampus di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan dalam beberapa hari ini ramai diberitakan tentang beberapa kampus yang terpapar radikalisme. Fakta ini harus dilawan oleh para mahasiswa sebagai sasaran utama propaganda paham-paham negatif tersebut. Bila tidak maka, kehancuran generasi muda harapan Indonesia serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tinggal menunggu waktu.
“Adik-adik mahasiwa harus bisa melakukan kontra narasi terhadap propaganda radikalisme yang masuk ke kampus dan bersama-sama dengan kami (BNPT) melawan hoaks, radikalisme, terorisme, baik secara online maupun online,” ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ir Hamli saat memberikan kuliah kebangsaan di Akademi Center Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, Palembang, Rabu (21/11).
Hamli melanjutkan, di era milenial sekarang ini, kecanggihan teknologi komunikasi menjadi sarana utama kelompok radikal tersebut dalam melancarkan propaganda. Bahkan di awal munculnya terorisme, bos Alqaidah Osama bin Laden sudah mencanangkan programnya untuk menguasai komunikasi dan dunia maya dalam menyebarkan propaganda dan rencana aksi mereka. Strategi itu dilanjutkan oleh kelompok teroris lainnya, ISIS, yang juga sukses merekrut pengikut dari seluruh penjuru dunia, melalui komunikasi dunia maya
Sekarang, meski Alqaidah dan ISIS di Timur Tengah sudah terkapar, namun para simpatisan mereka di Indonesia, dan kelompok-kelompok radikal lainnya juga menjadikan menggunakan cara-cara tersebut dalam melancarkan aksinya. Generasi muda, terutama mahasiswa yang dikenal kritis dan haus pengetahuan, tetap menjadi target. Fakta itu harus benar-benar disadari para generasi muda, apalagi faktanya di Indonesia sudah banyak kampus yang terpapar radikalisme dan terorisme.
“Mahasiswa dan generasi muda pada umumnya, memiliki potensi besar dalam melawan propaganda yang ingin merongrong kedamaian dan keutuhan NKRI itu. Tentunya dengan cara, gaya, dan bahasa anak muda,” kata Brigjen Hamli.
Ia melanjutkan bahwa peran aktif mahasiswa dan generasi muda membuat kontra narasi melawan propaganda radikalisme sangat penting. Pasalnya, konflik yang terjadi di Timur Tengah, itu berawal dari radikalisme yang kemudian memuncak menjadi terorisme. Berawal dari perang propaganda, baik itu melalui hoaks, ujaran kebencian, berakhir menjadi perang saudara.