REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Provinsi Bali memberi perhatian serius pada kesejahteraan guru Taman Kanak-Kanak (TK) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan selama ini mereka kerap terbentur regulasi, sehingga keberadaannya terkesan kurang mendapat perhatian.
"Padahal mereka berperan penting mendidik dan membentuk karakter anak dalam periode usia emas," kata Koster di Denpasar, Ahad (25/11).
Koster mengakui keberadaan guru TK dan PAUD di Indonesia belum terakomodir undang-undang. Kebijakan dalam undang-undang baru dimulai dari sekolah dasar (SD).
Honor para guru TK dan PAUD pun tak sebera, sehingga terkesan seperti relawan yang mengabdi dengan tulus mendidik anak-anak. Pemerintah Provinsi Bali akan memulai memberi perhatian pada guru TK dan PAUD dengan merancang Peraturan Daerah (Perda) khusus tentang Desa Adat.
Di dalam perda nanti desa adat akan dilibatkan menyelenggarakan TK dan PAUD, khususnya yang berbasis agama Hindu dan bahasa Bali. Ini akan mengganti perda lama yang mengatur tentang desa adat (pekraman).
Desa adat akan berada langsung di bawah provinsi, sehingga anggaran dari pemerintah provinsi bisa diturunkan langsung ke desa adat, tanpa harus melalui pemerintah kabupaten kota. Bantuan untuk desa adat di Bali dari tahun ke tahun juga terus meningkat.
Tahun depan jumlahnya ditetapkan Rp 250 juta per desa, meningkat dari Rp 225 juta per desa pada 2018. Kegiatan di desa adat selain budata, adat, seni, tradisi, agama, nantinya juga memperkuatan PAUD dan TK.
Ketua Ikatan Guru TK Indonesia (IGTKI) Provinsi Bali, Tjokorda Istri Mas Mingguwatini mengakui saat ini perhatian untuk guru TK belum optimal. Ini tercermin masih minimnya jumlah TK negeri, khususnya di Bali.
"Saat ini di Bali hanya ada 25 TK negeri, sementara TK swasta jumlahnya mencapai 1.200 TK," katanya.