REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily mendukung langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memfasilitasi hak pilih kepada penyandang disabilitas mental dalam Pemilu 2019. Ace menegaskan, penyandang disabilitas mental memiliki hak yang sama sebagai pemilih dalam Pemilu.
Sebagaimana mengacu pada undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk dipilih dan memilih, termasuk di antaranya warga negara yang mengalami disabilitas. "Dalam konteks ini disabilitas mental, mereka sebagai pemilih punya hak untuk didata," ujarnya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Namun, ia mengembalikan ke pemilih, terkait penggunaan hak pilih tersebut. Ia mengatakan, yang penting, suara pemilih disabilitas mental diakomodir dalam Pemilu 2019. "Kewajiban negara atau penyelenggara pemilu, untuk mereka didata sebagai pemilih itu adalah sebuah keharusan. Jika mereka tidak menggunakan hak pilihnya itu dikembalikan kepada mereka sendiri," kata Ace.
Ketua DPP Partai Golkar itu menyebutkan, hak dan fasilitasi penyelengara Pemilu kepada pemilih dari disabilitas mental juga harus dilakukan seperti ke pemilih lainnya. "Orang sakit saja di rumah sakit, ketika dia tidak memiliki hak pilih, maka penyelenggara pemilu wajib untuk memfasilitasi mereka untuk memilih. Soal apakah hak pilih mereka mau digunakan, itu soal lain," ujar Ace.
Terlebih, Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu menilai gradasi pemilih disabilitas mental juga bermacam-macam. Menurutnya, ada kategori disabilitas mental mulai dari ringan hingga berat.
"Ada disabilitas mental yang menurut dokter sehingga dia tidak bisa memiliki kesadaran untuk hak pilihnya ya itu dikembalikan kepada mereka sendiri. Tetapi kan ada juga orang yang mengalami disabilitas mental dengan gradasi sakit yang tidak terlalu parah yang kadang-kadang kambuh, kadang-kadang tidak," ujarnya.
"Ya mereka kalau kebetulan misalkan mereka memiliki kesadaran ya silakan aja untuk memilih. Jadi intinya adalah bahwa setiap warga negara, selagi undang-undang memperbolehkan untuk memilih dan dipilih, negara wajib memfasilitasi mereka," ungkapnya melanjutkan.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membolehkan penyandang disabilitas mental (PDM) boleh menggunakan hak pilihanya dalam Pemilu 2019. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mereka menggunakan hak pilihnya.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, PKPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan Daftar Pemilih sudah mengatur tentang memperbolehkan penyandang disabilitas mental untuk mempergunakan hak pilih. KPU juga sudah menindaklanjuti aturan ini dengan mengirimkan surat edaran (SE) tertanggal 13 November kepada KPU provinsi, kabupaten dan kota. Ditambah lagi, ada rekomendasi dari Bawaslu yang meminta untuk mengakomodasi hak pilih penyandang disabilitas mental.
"Selain itu, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2015. Gangguan jiwa atau kehilangan ingatan itu kan tidak permanen. Maka jika tidak didaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian ketika pemungutan suara sudah sembuh, mereka bisa kehilangan hak pilih," ujar Pramono ketika dikonfirmasi wartawan belum lama ini.