REPUBLIKA.CO.ID, Penemuan bangkai paus sperma di perairan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara pekan lalu telah memicu keprihatinan tidak hanya di dalam negeri tapi juga dunia. Di dalam perut paus itu ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram.
Fenomena kematian Paus bukan kali pertama dan kembali menjadi pengingat betapa bahayanya sampah plastik. Tak hanya plastik yang kasat mata terlihat, mikroplastik pun diyakini banyak peneliti menjadi ancaman laten tersendiri bagi lingkungan hingga kesehatan manusia.
Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia (UI), Tarsoen Waryono menjelaskan, sampah plastik atau mikroplastik tidak dapat hancur dalam tubuh biota laut/perairan. Dia melanjutkan, mikroplastik di laut, banyak tertelan oleh makhluk perairan laut, karena bentuknya mirip dengan plankton makanan ikan.
Potongan plastik tersebut, berasal dari dua sumber. Pertama, mikroprimer yaitu plastik hasil dari bahan yang diproduksi manusia dan dipenggunakaan secara langsung dan mikrosekunder berasal dari pemecahan puing-puing plastik yang lebih besar seperti bagian makroskopik yang membentuk bagian potongan kecil dan sebagian besar menjadi sampah di perairan laut.