Senin 26 Nov 2018 21:21 WIB

Ketua KPI Harap Revisi UU Penyiaran Segera Diparipurnakan

Revisi UU Penyiaran juga menjadi catatan bagi dunia penyiaran Indonesia.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Esthi Maharani
Komisi Penyiaran Indonesia
Komisi Penyiaran Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis, berharap Revisi Undang-undang (UU) No. 32/2002 tentang Penyiaran dapat segera diparipurnakan. Saat ini, kata dia, Revisi UU Penyiaran sudah berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

"Sekarang itu dari Komisi I sudah selesai. Sekarang di Baleg dan kami berharap bisa diparipurnakan dengan segera," ujar Yuliandre di Jakarta Pusat, Senin (26/11).

Revisi UU Penyiaran juga menjadi catatan bagi dunia penyiaran Indonesia. Catatan untuk melakukan perbaikan dalam hal teknologi, efisiensi, serta konten. Konten, kata Yuliandre, akan menjadi "raja" ke depannya.

"Konten jadi raja, bukan lagi infrastuktur ke depan. Oleh karena itu kami menunggu apa yang menjadi dorongan dari teman-teman DPR," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, ikut mendesak DPR untuk segera merevisi Undang-undang (UU) No. 32/2002 tentang Penyiaran. Menurutnya, UU tersebut harus segera direvisi agar dapat sesuai dengan dinamika masyarakat dan teknologi yang terus berkembang.

"UU mengatur kehidupan masyarakat. Tatkala masyarakat sudah berubah secara cepat, terutama perubahan teknologi komunikasi, teknologi digital misalnya, maka UU harus diubah, direvisi," ujar Wiranto di Jakarta Pusat, Senin (26/11).

Ia mendorong DPR sebagai pembentuk UU untuk memperhatikan hal tersebut dan mempercepat pengesahan UU Penyiaran yang baru. Menurutnya, dengan adanya hasil revisi UU Penyiaran yang lama, UU tersebut nantinya dapat menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat yang terus berkembang.

"Kalau tidak, ketinggalan. UU kalau ketinggalan absurd, tidak ada gunanya," kata dia.

Menurutnya lagi, jika suatu UU tertinggal oleh masyarakat yang terus berkembang, maka hal tersebut akan sangat berbahaya. Keteraturan tidak bisa terjaga apabila hal itu terjadi. Untuk itu, lanjut dia, dalam UU Penyiaran yang baru nantinya harus dipikirkan perkembangan-perkembangan terkini dari segala aspek.

"Baik kondisi lingkungan masyarakat, kondisi politik, maupun kondisi teknologi, itu tetap dipertimbangkan, dimasukkan, di situ," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement