REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kapten timnas Indonesia era 1990-an Ferril Raymond Hattu mengatakan, paling penting bagi PSSI saat ini mengganti tim kepelatihan ketimbang mengganti kepengurusan. Karena saat ini yang paling mendesak adalah soal mengembalikan prestasi sepak bola Indonesia.
“Memang dua itu saling berhubungan. Tetapi kalau tujuannya adalah untuk prestasi, PSSI terlebih dahulu melakukan evaluasi untuk mengganti pelatih timnas senior,” ujar peraih medali emas SEA Games 1991 tersebut saat dihubungi, Senin (26/11).
Pelatih timnas Indonesia Bima Sakti, usai laga kontra Filipina, Ahad (25/11) mengatakan, dirinya tak masalah jika harus dipecat sebagai pelatih timnas senior. Sebab kata dia, dirinya dikontrak PSSI hanya untuk Piala AFF 2018. Penunjukannya pun, kata dia, mendadak.
Bima menggantikan peran Luis Milla Aspas pada 21 Oktober. Sementara kick-off perdana Piala AFF, pada 8 November, tak sampai satu bulan sebelum gelaran.
Penunjukan yang mendadak tersebut, menurut Bima, bukti dari manajemen federasi yang tak punya program jangka panjang pembangunan prestasi timnas. “Seharusnya, dua tahun lagi ada (Piala) AFF. Dari sekarang kita mulai. Menunjuk pelatih, dan program pemusatan latihan,” kata dia.
Namun, pelatih 42 tahun itu, tak ingin alasan tersebut sebagai ungkapan membela diri atas kegagalannya membawa timnas juara Piala AFF. “Saya tidak mau menyalahkan siapa. Kegagalan ini tanggung jawab saya sebagai pelatih. Saya minta maaf atas kegagalan ini. Tetapi ini jadi pelajaran penting bagi semua. Termasuk PSSI,” sambung dia.
Bima mendorong agar PSSI menujuk pelatih dengan reputasi dunia yang memiliki misi jangka panjang dalam membangun prestasi timnas. “Siapa pun pelatihnya nanti yang ditunjuk, asing atau lokal, tetap harus kita dukung. Tapi saya ingin mengatakan, tidak ada yang instan (tiba-tiba) dalam prestasi sepak bola,” kata dia menegaskan.
Bima mengakui, dirinya merasa belum pantas menjadi pelatih timnas di level senior. “Saya seperti siswa SMP, tetapi menghadapi ujian level universitas,” ujar dia.