Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat, Senin (26/11/2018). LSM World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia menilai masalah pencemaran sampah plastik di laut Indonesia sangat parah. (FOTO : Dedhez Anggara/Antara)
Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat, Senin (26/11/2018). LSM World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia menilai masalah pencemaran sampah plastik di laut Indonesia sangat parah. (FOTO : Dedhez Anggara/Antara)
Nelayan menyandarkan perahunya di bibir pantai yang dipenuhi sampah plastik di Desa Dadap, Indramayu, Jawa Barat, Senin (26/11/2018). LSM World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia menilai masalah pencemaran sampah plastik di laut Indonesia sangat parah. (FOTO : Dedhez Anggara/Antara)
Sejumlah pekerja mengangkat sampah yang dibawa dari kawasan wisata Gili Meno dan Gili Air di Pantai Sire, Desa Sigarpenjalin, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Senin (26/11) (FOTO : Ahmad Subaidi/Antara)
Sejumlah pekerja mengangkat sampah yang dibawa dari kawasan wisata Gili Meno dan Gili Air di Pantai Sire, Desa Sigarpenjalin, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Senin (26/11) (FOTO : Dedhez Anggara/Antara)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pesisir Indramayu tampak dipenuhi sampah plastik yang terbawa arus ombak ke pesisir, Senin (26/11). Potret ini merupakan fenomena gunung es dari kondisi sesungguhnya di lautan dan pesisir Indonesia.
Sampah non biodegradable ini semakin waktu semakin menggunung. Diperparah oleh perilaku sebagian besar warga yang menganggap alam sebagai tempat sampah raksasa. Puncaknya adalah kematian Paus Sperma di pesisir perairan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Di dalam pencerenaanya ditemukan sampah plastik dan kayu.
sumber : Republika, Antara
Advertisement