REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Pertanian akan memasukkan 21 perusahaan ke dalam daftar hitam (black list) karena terindikasi mafia pangan. Menurut Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, sebelumnya sudah ada 15 perusahaan yang masuk daftar hitam.
"Total ada 782 kasus mafia pangan. Dari jumlah itu, 409 sudah ditetapkan sebagai tersangka. Perusahaan yang di-black-list 15, sebentar lagi menyusul ada 21 perusahaan," ujar Amran kepada wartawan saat ditemui usai menghadiri apel Danrem dan Dandim se-Indonesia di Pussenif Kodiklat TNI AD, Kota Bandung, Selasa (27/11).
Ia mengklaim inflasi di sektor pangan turun drastis selama empat tahun terakhir. Hal itu dinilainya tidak terlepas dari ketegasan memberantas mafia. Amran menjelaskan, dari 2013 hingga 2017 angka inflasi turun 88,9 persen atau dari angka inflasi sebesar 11,35 persen menjadi tercatat 1,26 persen.
Amran menegaskan, tidak ada ruang bebas untuk mafia di sektor pangan. Selama ini, para mafia bermain di berbagai sektor pangan dari mulai jagung hingga beras. Berdasarkan data Kementan, penindakan satgas Polri membuahkan hasil yakni, tercatat 66 kasus beras, 27 kasus ternak, 21 kasus hortikultura, 12 kasus pupuk, 247 kasus lainnya.
Amran mengatakan, ketegasan itu dilakukan karena ketahanan pangan identik ketahanan negara. "Jadi jangan main-main. Kami nggak ada kompromi. Hasilnya sekarang jelas inflasi turun drastis, harga stabil. Ini sejarah baru dari 10-1 persen," katanya.
Selain itu, kata Amran, ia terus berupaya membuka lahan baru. Semua itu dibutuhkan kerja sama dengan masyarakat agar tidak terjadi konflik. Saat ini, Indonesia mempunyai potensi 10 juta hektare lahan rawa yang bisa tiga kali tanam. Namun, yang sudah dilakukan optimalisasi baru 7 juta hektare.
"Penduduk 260 juta jiwa. Artinya (dengan potensi yang ada) 500 juta-1 miliar bisa kasih makan (dengan hasil pangan). (Penggarapan lahan rawa) ini sudah dimulai 2 tahun terakhir," kata Amran.