REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Mutiara Sukma, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Elly Rosila Wijaya, mengatakan tidak ada masalah bagi pasien RSJ dalam memberikan suaranya pada pemilihan umum. Elly menyampaikan, RSJ Mutiara Sukma sudah menggelar empat pemilu kepada para pasien selama ini.
"Untuk yang ini (pemilu 2019) belum ada (koordinasi dengan KPUD), sudah beberapa pemilu memang kita sudah melakukannya, mungkin sudah mau kelima kali melakukan ini," ujar Elly kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Selasa (27/11).
Pada pemilu-pemilu sebelumnya, manajemen RSJ akan mendaftarkan para pasien kepada KPUD NTB agar bisa memberikan suara mereka saat pemungutan suara. Bahkan, pada pemilu sebelumnya, RSJ Mutiara Sukma juga menjadi tempat pemungutan suara (TPS) karena jumlah pemilih yang cukup banyak.
"Biasanya dulu kalau pemilu ada pegawai yang kerja, kita pernah jadi TPS karena jumlahnya banyak, semua pegawai dan pasien memilih di situ," lanjutnya.
Ia mengaku wajar jika para pasien RSJ mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat lain dalam hak pemungutan suara. Hal ini telah dilakukan RSJ Mutiara Sukma sejak lama.
"Waktu itu belum ada ramai-ramai gini, kita sudah sampaikan ke KPUD, ini adalah hak mereka untuk memilih," ucap Elly.
Elly menilai, tidak ada masalah bagi manajemen RSJ dalam menggelar pemungutan suara bagi para pasien karena sudah terbiasa melakukannya. Ia mengatakan, seluruh pasien juga telah memberikan hak suaranya pada pemilu-pemilu sebelumnya.
"Malah dulu KPU diajak ngobrol, ngerti enggak mereka pemilihan, oh iya kok ngerti ya, siapa yang mau dipilih, mereka tahu dan bilang rahasia dong," kata dia.
Elly menyampaikan, terdapat 70 pasien RSJ Mutiara Sukma. Saat ini, manajemen juga masih melakukan pembenahan karena bangunan RSJ yang terdampak gempa.
"Karena gempa masih belum normal, pasien baru pindah dari tenda, belum semua ruangan full dipakai, masih ada pelayanan di luar," ucapnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membolehkan penyandang disabilitas mental (PDM) menggunakan hak pilihanya dalam Pemilu 2019. Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mereka menggunakan hak pilihnya.
Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, PKPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang penyusunan Daftar Pemilih sudah mengatur tentang memperbolehkan penyandang disabilitas mental untuk mempergunakan hak pilih. KPU juga sudah menindaklanjuti aturan ini dengan mengirimkan surat edaran (SE) tertanggal 13 November kepada KPU provinsi, kabupaten, dan kota. Ditambah lagi, ada rekomendasi dari Bawaslu yang meminta untuk mengakomodasi hak pilih penyandang disabilitas mental.
"Selain itu, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2015. Gangguan jiwa atau kehilangan ingatan itu kan tidak permanen. Maka jika tidak didaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), kemudian ketika pemungutan suara sudah sembuh, mereka bisa kehilangan hak pilih," ujar Pramono ketika dikonfirmasi wartawan belum lama ini.