REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PSSI membuka peluang pelatih dari tim juara Liga 1 2018 untuk didapuk menjadi pengganti Bima Sakti Tukiman di timnas Indonesia. Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Yunus Nusi mengatakan, pembicaraan di internal dewan federasi menguatkan pilihan mengambil pelatih timnas dari kompetisi kasta utama nasional.
Menurut Yunus, melihat timnas merupakan gabungan pemain dari kesebelasan-kesebelasan klub nasional, tak salah jika menjadikan Liga 1 sebagai acuan dalam menunjuk pelatih. "Kami (Exco) masih melihat hasil dari Liga 1 untuk menentukan pelatih timnas,” ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/11).
Yunus menambahkan, evaluasi timnas Indonesia setelah gagal di Piala AFF 2018 memang berujung pada penghentian kontrak Bima Sakti sebagai pelatih skuat Garuda. Mengacu ke Liga 1, saat ini kompetisi kasta utama nasional sudah di lembar tutup musim.
Pada papan klasemen pekan ke-32, ada dua tim yang berpeluang juara, yakni Persija Jakarta yang saat ini berada di peringkat kedua dengan 56 poin dan PSM Makassar tim pemuncak klasemen dengan modal 57 poin. Sementara Liga 1, menyisakan dua laga sebelum tutup musim kompetisi 2018.
Melihat dua reputasi kesebelasan tersebut musim ini, Yunus mengatakan, besar kemungkinan Exco PSSI akan menyorongkan dua pelatih dari dua tim tersebut sebagai juru taktik timnas. Persija saat ini diasuh oleh pelatih asal Brasil Stefano Cugura Teco dan PSM diampu juru taktik asal Belanda, Robert Rene Alberts. “Kalau misalkan Persija juara, dan hasil evaluasi melihat pelatihnya bagus, ya ada kemungkinan kami pilih dari Persija. Begitu juga kalau PSM yang juara. Bisa jadi kami pilih,” sambung Yunus.
Nama Alberts sebagai pelatih bisa dianggap lebih mentereng dibanding Teco. Alberts, lebih asam garam ketimbang Teco. Karier kepelatihannya dimulai sejak 1980-an bersama tim liga domestik di Belanda. Reputasinya di kawasan Asia Tenggara pun tampak mapan. Ia pernah mengantarkan Kedah FA sebagai juara Liga Malaysia pada 1993 dan pernah membawa Home United FC sebagai juara Liga Singapura pada 1999.
Portofolio pelatih 64 tahun tersebut membawanya ke Liga Indonesia pada 2009. Tim pertamanya di Indonesia, Arema Malang, berhasil diantarkannya meraih gelar juara Liga Indonesia 2010. Tahun pertamanya di Indonesia, tak lama. Pada 2011, ia kembali ke Liga Malaysia bergabung bersama Serawak FA dan kembali menyabet gelar juara. Sejak 2016, Alberts kembali ke Indonesia dan bergabung ke PSM sampai saat ini.
Alberts pun punya pengalaman membesut skuat timnas. Tercatat, ia pernah memegang skuat timnas Korea Selatan U-19 pada 2002. Pada 2007, Alberts juga pernah mengampu skuat timnas Malaysia U-19. Namun reputasinya sebagai pelatih di timnas dua negara tersebut tak secemerlang portofolionya kala melatih klub.
Stefano Cugurra Teco
Sedangkan Teco sebetulnya masih minim pengalaman. Pelatih 44 tahun itu memulai karier kepelatihannya di Indonesia saat menjadi asisten Jacksen F Thiago ketika mengampu Persebaya Surabaya pada 2003 lalu.
Di Persebaya, Teco menjadi pelatih fisik para pemain Bajul Ijo. Lepas itu, Teco berpetualang di Liga Thailand. Tujuh tahun di Liga Gajah Perang, mengantarkannya kembali ke Indonesia. Pada 2017, manajemen Macan Kemayoran mengikat kontraknya. Teco, tercatat belum pernah merayakan gelar juara liga.
Selain dua nama itu, terlepas dari kriteria juara Liga 1 2018, pelatih dari tim-tim kompetisi nasional memang sempat disuarakan PSSI menjadi juru taktik skuat Garuda. Saat PSSI bernegosiasi perpanjangan kontrak bersama Luis Milla Aspas sepanjang Agustus lalu, ada satu nama pelatih tim lokal yang sempat disuarakan mengisi kursi kepelatihan timnas Indonesia.
Pelatih Bhayangkara FC, Simon McMenemy.
Nama tersebut, yakni Simon McMenemy. Simon saat ini masih memperkuat Bhayangkara FC. Pelatih 40 tahun asal Skotlandia itu mengantarkan Bhayangkara FC sebagai juara Liga 1 2017. Musim ini, Bhayangkara ada di peringkat ketiga klasemen sementara. Simon pun punya portofolio kepelatihan yang mapan. Reputasinya sebagai pelatih menyita perhatian timnas Asia Tenggara saat ia membawa Filipina ke babak semifinal Piala AFF 2010.
Mantan kapten timnas Indonesia era 1990-an Ferril Raymond Hattu mengatakan, tak masalah jika PSSI mengambil pelatih timnas dari klub-klub juara kompetisi nasional. Asalkan, kata dia, si pelatih mampu memberikan program prestasi yang matang. “Menurut saya, yang paling penting dari pelatih itu bukan lokal atau asing. Yang paling penting itu, si pelatih tahu apa yang harus diperbaiki untuk mengembalikan prestasi sepak bola kita,” kata pembawa medali emas SEA Games 1991 itu.
Bagi Ferril, sebetulnya yang menjadi pertanyaan ada di kepengurusan PSSI. Selama ini, kata dia, PSSI tak punya program kepelatihan timnas dengan konsep jangka panjang. Konsep tersebut diperlukan sebagai rujukan dalam menunjuk pelatih utama dalam skuat Garuda.
Ferril menegaskan, jika PSSI menghendaki timnas juara Piala AFF 2020 atau medali emas SEA Games 2021, persiapannya harus dari sekarang. “Sekarang saya lihat, pelatih dipilih mendadak. Seperti tak ada tujuannya. Yang harus dilakukan adalah bagaimana pencapaian targetnya. Kapan kita mau juara? Dari sekarang harus kita mulai,” ujar dia.
Dengan adanya program jangka panjang, pelatih yang ditunjuk pun harus dikontrak dalam waktu yang tak singkat. “Karena sepak bola itu tidak bisa dibentuk dengan cara instan. Timnas harus melalui proses-proses jangka panjang untuk prestasi tinggi yang diinginkan,” jelas Ferril.