Selasa 27 Nov 2018 20:52 WIB

KPK Minta Presiden Segera Revisi UU Tipikor

Pemerintah tak bisa memberi janji manis terkait revisi UU Tipikor.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Peresmian Pusat Edukasi Antikorupsi. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan sambutan sebelum peresmian Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi di Gedung KPK lama, Jakarta, Senin (26/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Peresmian Pusat Edukasi Antikorupsi. Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan sambutan sebelum peresmian Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi di Gedung KPK lama, Jakarta, Senin (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Presiden Joko Widodo  melakukan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), sebelum masa jabatannya berakhir.  Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bila pemerintah saat ini ingin meninggalkan landasan yang lebih baik soal pemberantasan korupsi, maka revisi UU Tipikor harus segera dilakukan dalam waktu dekat.

"KPK ingin pemerintahan yang tak lama lagi ini (merevisi UU Tipikor). Kalau setelah pemilu  kan kita tidak tahu pemerintahannya siapa. Bila mau meninggalkan landasan yang lebih baik untuk pemberantasan korupsi itu revisi UU Tipikor-nya, kalau memungkinkan," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/11).

Karena, sambung Agus, bila revisi UU Tipikor melalui jalur program legislatif nasional (Prolegnas) menurutnya terlalu lama. Alternatifnya, pemerintah bisa menempuh jalan lain dengan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Kalau itu (Perppu) bisa jalan kan relatif cepat. Nanti DPR tinggal melihat mengesahkan atau tidak. Nah Perppu-nya harus kita siapkan dengan baik," ujarnya.

Agus melanjutkan, bila memang usulannya langsung disambut pemerintah, maka KPK bakal mengajak sejumlah pihak, mulai dari perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, termasuk pemerintah untuk membuat draft revisi UU Tipikor.

"Kami di KPK sudah membuat, tinggal jalan. Mudah-mudahan ini disambut oleh pemerintah," kata Agus.

"Pemerintahnya kan yang sekarang berjalan kan dalam periode ini kan sudah tidak lama lagi. Jadi sebelum pemerintah turun itu disahkan, harapan kami," harapnya.

Sementara Menkumham Yasonna H Laoly mengaku tak bisa berjanji manis akan memenuhi permintaan KPK dalam waktu yang cepat untuk merevisi UU Tipikor lantaran saat ini tengah masuk proses pemilihan umum (Pemilu) 2019. Dia menyebut akan sulit menyelesaikan beberapa hal di tahun politik.

"Pada proses sekarang, proses politik kita yang menjelang Pemilu, yang agak sulit kita menyelesaikan beberapa soal," kata dia.

Meskipun demikian, politisi PDI Perjuangan itu tetap memastikan usulan KPK ihwal delapan rekomendasi hasil review implementasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) akan dipertimbangkan masuk dalam revisi UU Tipikor. Khususnya empat poin yang diusulkan KPK yakni penindakan di sektor swasta.

Kemudian, perdagangan pengaruh dan memperkaya diri sendiri secara tidak sah. Termasuk, melibatkan masyarakat dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

"Kami dari pemerintah akan siap, tadi sudah kita sampaikan supaya tidak ada dari pihak-pihak yang lain," ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan itu juga meminta KPK untuk mendorong revisi UU Tipikor dari bawah. Sehingga, semua pihak terkait bisa duduk bersama untuk menyusun draft dari revisi UU Tipikor tersebut.

"Saya kira ini bisa kita dorong lebih cepat, saya kira begitu," ujarnya.

Yasonna juga meminta KPK segera menyiapkan draft revisi UU Tipikor, sementara Kemenkumham di bawah kepemimpinan Yasonna akan membuat rancangan Undang-undang untuk dimasukkan ke Program Legilasi Nasional (Prolegnas). UU Tipikor dipastikan bakal jadi prioritas pemerintah.

"Komisi III juga sudah respons, yang perlu sekarang kita buat time table dari KPK dan kita semua," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement