REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi menyatakan, persoalan sampah plastik yang bersumber dari perilaku warga perlu diatasi dengan cara persuasif. Pendekatan hukum yang mengedepankan sanksi dinilai kurang efektif bagi kultur masyarakat.
Kepala Bidang Persampahan DLH Kota Bekasi, Kiswati mengatakan, saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi sudah memiliki Peraturan Wali Kota Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik di Kota Bekasi. Di satu sisi, ada pula Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah.
Kedua beleid tersebut, lanjut Kiswati, menitikberatkan pada upaya Pemkot Bekasi untuk mengajak masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Salah satu cara yang masih dilakukan yakni dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pembuang sampah di tempat-tempat umum.
"Kita sudah dan terus melakukan OTT pembuang sampah hampir di semua wilayah. Kita tugaskan petugas di malam hari untuk memantau, jika kedapatan maka tertangkap," kata Kiswati kepada Republika.co.id, Selasa (27/11).
OTT pembuang sampah, dikatakan Kiswati, tidak memandang bulu. Baik perorangan maupun badan usaha yang kedapatan membuang sampah akan diciduk. Hanya saja, lanjut dia, bagi para warga yang tertangkap tidak diberikan sanksi pidana.
Sanksi yang diberikan sebatas penahanan KTP dan yang bersangkutan diberikan pemahaman menyeluruh terkait pentingnya kesadaran akan sampah. "Tapi, kita sadari cara itu belum memberikan hasil yang siginifikan. Dalam artian, belum memberikan efek jera," kata Kiswati.
Melihat itu, Kiswati menjelaskan, bukan berarti DLH Kota Bekasi memiliki keinginan untuk menerapkan sanksi denda maupun kurungan penjara. Sebab, akan menambah pekerjaan jikalau setiap yang membuang sampah harus berurusan dengan Polisi.
Untuk itu, sejauh ini Pemkot Bekasi tetap konsisten dengan cara persuasif. Langkah lain yang dilakukan yakni dengan membuat bank sampah di setiap RW. Ia menjelaskan, dari 1013 RW di seluruh wilayah Kota Bekasi, sudah ada 900 RW yang memiliki bank sampah. Dari 900 tersebut, hanya sekitar 200 RW yang berhasil mengaktifkan bank sampah.
Penyebabnya, kata Kiswati, lagi-lagi karena perilaku warga yang malas mengelola sampah dan lebih memilih membayar petugas kebersihan untuk menangani semua sampah. Padahal, kata Kiswati, bagi RW yang berhasi mengelola bank sampah akan diberikan bantuan pinjaman bank, serta peralatan pengolahan sampah.
"Bank sampah ini salah satu bentuk keseriusan Bekasi terhadap sampah, baik dari kebijakan maupun anggaran," katanya.