REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengemukakan kebijakan relaksasi daftar negatif investasi (DNI) yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI mempermudah usaha mikro kecil menengah (UMKM). Kemudahan yang diperoleh pelaku UMKM terutama dalam hal perizinan.
"Kebijakan itu akan mempermudah UMKM karena dapat mempermudah perizinan. Bukan membuka ruang bagi asing untuk masuk ke sektor yang menjadi garapan UMKM, bahkan modal asing tidak bisa serta merta masuk ke sektor UMKM karena masih ada Undang-Undang tentang UMKM," kata Erani usai menjadi pembicara dalam Seminar Ekonomi di Universitas Islam Malang (Unisma), di Malang, Jawa Timur, Selasa (27/11).
Erani mengaku terkait daftar negatif investasi itu memang ada kekurangan informasi atau publikasi yang diberikan kepada publik. Para pemilik industri UMKM rata-rata mengeluhkan perizinan yang berkaitan dengan komoditas, seperti komoditas umbi-umbian, percetakan kain dan usaha internet.
Sebetulnya, kata Erani, perizinan yang semula cukup berbelit, sekarang dikeluarkan dari izin yang mata rantainya cukup panjang. Namun, karena minimnya informasi kepada publik terkait Paket Kebijakan Ekonomi itu, akhirnya menimbulkan salah persepsi dan dianggap akan menggerus kebaradaan UMKM.
Oleh karena itu, lanjut Guru Besar Bidang Ekonomi Universitas Brawijaya (UB) Malang itu, saat ini DNI sedang direvisi dan dikaji kembali bersama sejumlah pemangku kepentingan, seperti Kadin dan Hipmi serta UMKM agar mendapatkan formula yang lebih lengkap dan tepat untuk sutuasi ekonomi sekarang. "Nanti, setelah dikaji dan direvisi akan diumumkan kembali oleh pemerintah," tuturnya.
Lebih lanjut, Erani mengatakan jika investasi asing mau masuk, mereka tidak bisa serta merta masuk, karena ada Undang-Undang UMKM. Yang nilai sekian, misalnya Rp 10 miliar atau Rp 100 miliar, tidak bisa. Tetapi, kalau di bawah itu masuk ke UMKM. Jadi, kebijakan itu justru untuk mempermudah UMKM domestik untuk membuka usaha karena perizinannya menjadi sangat sederhana, bahkan tidak diperlukan izin.
Hanya saja, kata Erani, ia belum tahu pasti setelah dilakukan kajian, apakah akan ada revisi atau tetap seperti yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI. "DNI semangatnya adalah memberikan sosialisasi kepada Kadin dan Himpi sekaligus mencari masukan dan nanti hasilnya apakah ada perubahan, revisi atau tetap itu akan sangat tergantung dengan proses dan hasil kajian," paparnya.
Saat ini, pengkajian daftar negatif investasi itu masih berlangsung antara Kementerian Koordinator Perekonomian dan pelaku dunia usaha, baik usaha kecil, menengah maupun usaha besar. "Sekarang sedang berjalan. Kalau sudah ada hasil pasti diumumkan oleh pemerintah," ucapnya.