Rabu 28 Nov 2018 14:12 WIB

Lurah Pulau Pari Sebut Penyu Mati karena Jaring Nelayan

Hingga kini, belum diketahui penyebab matinya penyu-penyu itu.

Rep: Muhammad Ikhwanuddin/ Red: Ani Nursalikah
Pantai Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Foto: Antara/R.Rekotomo
Pantai Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga ekor penyu ditemukan warga mengambang di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Selasa (27/11). Hingga kini, belum diketahui penyebab matinya penyu-penyu itu.

Lurah Pulau Pari Surahman membantah kemungkinan penyu tersebut akibat sampah. Ia mengatakan, kemungkinan penyu tersebut mati karena terkena jaring nelayan.

Baca Juga

"Yang saya dapat dari Pak Bobi (orang yang menemukan penyu) dia bilang kemungkinan penyebab penyu mati karena jaring nelayan, bukan disebabkan sampah," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (27/11).

Surahman melanjutkan, berdasarkan keterangan dari warga, penyu tersebut juga diduga merupakan penyu yang berasal dari wilayah laut lain dan terbawa arus ombak. "Penyu mati itu hanyut dari laut, bukan penyu di perairan Pulau Pari," katanya.

Surahman mengakui di wilayahnya sedang mengalami masalah sampah, khususnya sampah yang bercampur pek (limbah minyak). Di sisi lain, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengatakan, sudah membersihkan wilayah itu, Selasa kemarin dan hari ini.

Yusen mengaku kemarin mengumpulkan sampah sebanyak 10 meter kubik. Ia menyampaikan, pasukan kebersihan yang ia kerahkan menemui kesulitan karena cuaca buruk dan ombak tinggi yang melanda Kepulauan Seribu akhir-akhir ini.

Terkait temuan penyu yang mati, Yusen belum dapat menyimpulkan penyebab penyu tersebut mati sebelum pihak BKSDA DKI Jakarta menemukan bangkai penyu yang belum ditemukan itu. "Laporan warga yang menemukan penyu mati itu berada di dekat Pulau Pari. Meski begitu, kami belum dapat memastikan penyebab kematian penyu sebelum dilakukan penelitian," ujarnya, Rabu (28/11).

Yusen menyatakan, Sudin LH Kepulauan Seribu juga sedang turun ke lapangan guna mengambil sampel air yang diduga mengandung limbah minyak. "Sampel air akan dibawa ke Kementerian (Kehutanan dan Lingkungan Hidup) agar diteliti oleh pihak yang berwenang," katanya.

Selama ini, banyak kapal-kapal melintas sekaligus disinyalir mencuci kapal pada malam hari sehingga tidak terjangkau petugas karena laut yang begitu luas dan kondisi alam yang berat. Kotoran kapal yang luruh ke laut hasil dari mencuci itu, berupa minyak berwarna kehitaman-yang disebut warga sebagai pek-sehingga dapat mencemari lingkungan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement