REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tahun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak hanya menghadapi masalah-masalah masyarakat perkotaan, seperti banjir dan kemacetan lalu lintas. Pemrov DKI Jakarta juga harus memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan yang mengalami korban kekerasan, baik di dalam rumah tangga maupun di lingkungan tempat tinggal.
Untuk itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 48 tahun 2018 tentang Rumah Aman bagi Anak dan Perempuan Korban Tindak Kekerasan. Payung hukum ini ditandatangani Anies pada 21 Mei 2018.
Tidak hanya itu, Anies juga telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 1564 tahun 2017 tentang Pelayanan Visum untuk Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit. Dalam aturan ini, rumah sakit harus melayani korban kekerasan berdasarkan KTP DKI Jakarta dan tempat kejadian peristiwa di wilayah DKI Jakarta.
“Karena itu, dalam RPJMD DKI Jakarta, salah satu kegiatan strategis daerah adalah pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan dan anak melalui unit reaksi cepat dan Rumah Aman,” kata Anies.
Memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan korban tindak kekerasan telah menjadi perhatian bagi Anies dalam kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017. Ketika dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies menuangkan perlindungan kepada anak dan perempuan dalam bentuk pergub pendirian rumah aman.
Kepala Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan, saat ini jumlah Rumah Aman di DKI Jakarta baru ada dua unit.
“Sejak ada Pergub Nomor 48 tahun 2018, maka korban tindakan kekerasan ditempatkan di Rumah Aman DKI Jakarta khusus perempuan dan anak korban tindak kekerasan, dengan atau tanpa lembaga perlindungan dari kepolisian,” kata Tuty.
Mengenai lokasi Rumah Aman DKI Jakarta, Tuty menegaskan tidak bisa memberitahukannya. Karena berdasarkan Pergub Nomor 48/2018 pasal 8 ayat 1, lokasi dan sumber daya manusia Rumah Aman dirahasiakan. Tidak hanya itu, dilakukan pembatasan atas akses ke dalam dan di dalam Rumah Aman.
“Juga dilakukan penjagaan pengawasan selama 24 jam. Jadi, kita tidak bisa memberitahukan lokasinya, karena berdasarkan pergub itu lokasi Rumah Aman harus dirahasiakan. Untuk memberikan rasa aman bagi korban dan melindungi keberadaan mereka dari pelaku kekerasan,” ujarnya.
Saat ini, masih ada dua orang korban yang sedang ditangani Rumah Aman DKI Jakarta. Namun sejauh ini, sudah ada 91 koban yang dirujuk ke Rumah Aman dalam kategori panti atau LPSK.
Untuk layanan dan jam operasional Rumah Aman sudah diatur dalam Pergub 48/2018, yakni 24 jam. Sama dengan jam operasional panti sosial, kecuali layanan di Rumah Aman LPSK,” kata Tuty.