REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ade Irfan meminta kepolisian mengungkap siapa pemberi uang Rp 2 miliar kepada Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ketua Ekonomi dan Kewirausahaannya, Ahmad Fanani. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora).
Menurut Ade, ada kejanggalan dalam pengembalian uang itu. Dia menilai masyarakat berhak mengetahui kasus dugaan penyelewengan dana kegiatan Kemah Pemuda Islam Indonesia 2017 secara utuh. "Pertanyaaannya kalau dikembalikan, dananya dari mana itu," katanya, Rabu (28/11).
Ade menjelaskan, masyarakat saat ini menaruh curiga kepada Dahnil dan Fanani setelah mereka mengembalikan uang itu. Sebab, jika merasa benar, Dahnil dan Fanani harus mempertahankan argumentasinya. Terlebih keduanya merasa dikriminalisasi oleh Jokowi. "Kenapa harus dikembalikan kalau memang tidak terlibat, tidak melakukan, tidak jadi bagian dari prasangka-prasangka yang terjadi?," tanya mantan wakil ketua Advokat Cinta Tanah Air ini.
Menurut Ade, pengembalian uang Rp 2 miliar oleh Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ahmad Fanani tidak serta-merta menghapus kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Kemah Pemuda Islam. Pengembalian uang kepada Kemenpora juga membuktikan ada indikasi kesalahan PP Pemuda Muhammadiyah dalam mengelola anggaran APBN itu.
"Sebuah kejahatan, jika ada permohonan maaf dan mengembalikan dana, itu tidak langsung menghapus perbuatannya," jelasnya.
Sebelumnya, aktivis Muhammadiyah Ahmad Rofiq mengatakan, selama ini, organisasinya tidak pernah terlibat suatu kasus korupsi dan perkara pidana lainnya. Namun, kedua orang itu telah mencederai nama baik yang selama ini turun-temurun dijaga oleh sesepuh di Muhammadiyah.
"Mau di Muhammadiyah, di Ortom, enggak pernah ada kasus. Ini adalah pertama kali dan menurut saya dia telah membawa Muhammadiyah dalam konteks ini. Ya, harus segera ia selesaikan dan tanggung jawab," kata Ahmad di Rumah Pemenangan Jokowi - Ma'ruf, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Senin (26/11).
Di Muhammadiyah, kata sekretaris jenderal Perindo ini, korupsi adalah tabu dan aib yang sangat besar. Meski belum terbukti kedua orang tersebut melakukan korupsi, tetapi menurut Rofiq, keduanya sudah sadar akan kesalahan saat mengembalikan uang Rp 2 miliar ke Kemenpora.
"Dia mengeluarkan uang. Kalau dia tidak mengembalikan uang, pasti menimbulkan multitafsir, apakah ini kriminalisasi, apakah ini korupsi. Tetapi ketika dia mengembalikan uang, berarti ada yang salah," jelas Rofiq.