REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia mendapatkan penghargaan Gold Award pada gelaran Clearing House Mechanism (CHM) Award Ceremony di Mesir. CHM Award Ceremony diadakan di sela-sela Konferensi Perhimpunan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati ke-14 (fourteenth meeting of the Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity/COP CBD) di Sharm El-Sheikh, Mesir. COP 14 CBD berlangsung sejak Sabtu (17/11) sampai Kamis (29/11).
Pada CHM Award Ceremony diumumkan bahwa Indonesia dianugerahi the Gold Award untuk penilaian Clearing House Mechanism (CHM) Award dalam kategori New National Clearing House Mechanism. Penghargaan diserahkan oleh CBD Executive Secretary Cristiana Paşca Palmer didampingi Menteri Lingkungan Hidup Mesir sebagai President COP 14 dan diterima oleh pewakilan Delegasi RI. Gold Award merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Sekretariat UNCBD dalam ajang tersebut.
Tujuan penyelenggaraan CHM Award adalah dalam rangka pengakuan secara formal kepada negara anggota yang telah membuat perkembangan sangat nyata dalam pembangunan ataupun pengembangan CHM-nya. Sebagaimana diketahui, CHM Nasional harus menyediakan layanan informasi khusus untuk memfasilitasi pelaksanaan NBSAP di tingkat nasional.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno mengatakan, Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati (United Nation on Convention on Biological Diversity/UNCBD) dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan UNCBD.
Para pihak dalam konvensi bersepakat merumuskan target pengelolaan keanekaragaman hayati di dunia sebagai acuan bersama yang dikenal sebagai Aichi Biodiversity Targets. Setiap negara yang berpartisipasi dalam CBD kemudian membuat suatu Rencana Strategi dan Aksi Pengelolaan Kehati atau yang dikenal sebagai IBSAP (Indonesian Biodiversity Startegic and Action Plan/IBSAP 2015-2020) di Indonesia, sesuai dengan kapabilitas masing-masing negara sebagai pengejawantahan target-target Aichi.
“CMH atau mekanisme balai kliring pun dibangun sebagai media untuk melaporkan dan menunjukkan kemajuan pencapaian target-target pengelolaan kehati di tiap negara,” kata Wiratno di Jakarta, Rabu (28/11).
Wiratno melanjutkan, Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (BKKHI) merupakan mekanisme berbasis webportal yang terutama digunakan sebagai alat untuk memantau dan melaporkan kemajuan pencapaian implementasi Target Nasional maupun Target Aichi dan sebagai media pertukaran informasi mengenai pengelolaan kehati Indonesia. BKKHI dapat diakses melalui alamat http://balaikliringkehati.menlhk.go.id//.
Pokja Balai Kliring Keaneragaman Hayati
Wiratno menjelaskan, bila dirunut ke belakang, perjalanan BKKHI sangat panjang. Mulai diinisiasi pada 2002 dan sempat diluncurkan dan beroperasi pada 2004, adanya dinamika perubahan organisasi pemerintahan di Indonesia sempat membuat BKKHI mengalami mati suri. Kemudian, pada akhir 2016, KLHK sebagai National Focal Point Indonesia untuk konvensi keanekaragaman hayati, dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.SK.755/MenLHK/KSDAE/Kum.0/9/2016, membentuk Kelompok Kerja Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia (Pokja BKKHI).
Diketuai oleh Dirjen KSDAE-KLHK, Pokja beranggotakan perwakilan dari kementerian/lembaga (K/L) yang terkait dengan pencapaian Target Nasional maupun Target Aichi, antara lain LIPI, Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Luar Negeri.
Pokja ini yang kemudian mendorong revitalisasi dan pengembangan BKKHI lama dan berusaha membangun jejaring simpul balai kliring yang terdiri tidak hanya dari lembaga pemerintah tetapi juga dari Perguruan Tinggi dan organisasi non pemerintah seperti Institut Pertanian Bogor, Yayasan Kehati, WCS – Indonesia Programme, dan lain-lain.
Penanggung jawab operasional pengelolaan webportal BKKHI saat ini diemban oleh Direktorat Pemilaan dan Informasi Konservasi Alam, Ditjen KSDAE sebagai Sekretariat Pokja BKKHI.
“Pencapaian saat ini bukan berarti kerja telah selesai. Tantangan terbesar pengelolaan BKKHI di masa mendatang adalah mendorong peran dan partisipasi aktif simpul-simpul kementerian/lembaga, CSO, dan Balai Kliring Daerah dalam menyebarluaskan capaian implementasi di bidangnya masing-masing,” kata Wiratno.