REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Setia Rusmana (47 tahun), guru honorer SDN Sukamanah, Pasirjambu, Kabupaten Bandung, terpaksa bekerja sampingan sebagai petani. Gaji yang diterimanya Rp 500 ribu per bulan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga ia mengontrak sepetak sawah dan menanam jagung agar bisa menambah pundi-pundi penghasilan.
“Saya pulang (mengajar) sekolah pukul 14.00 Wib terus berkebun sampai sore. Saya ngontrak sawah dan sebagian punya orang tua. Kegiatan bertani perlu modal jadi saya hanya menanam jagung yang tidak seberapa biayanya. Lumayan buat nambah-nambah,” ujarnya kepada Republika.co.id saat ditemui di Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis (29/11).
Menurutnya, dari kediamannya kurang lebih sekitar 30 kilometer ia harus menempuh perjalanan menuju sekolah. Dengan menggunakan sepeda motor, ia mengaku pulang pergi ke sekolah dengan biaya transportasi mencapai Rp 15 ribu per hari. Dia mengatakan, tidak menginap di sekolah sebab harus berkebun sore hari agar bisa menambah penghasilan.
“Dari rumah saya ke sekolah kurang lebih 30 km, lokasi sekolah berada di pegunungan. Saya pulang pergi pakai motor dengan bensin Rp 15 ribu. Saya nerima upah segitu (Rp 500 ribu) tidak cukup dan dilanjutkan bertani,” katanya.
Ia menuturkan, sudah 14 tahun bekerja menjadi guru honorer termasuk bertugas di SDN Sukamanah. Saat ini, dirinya mengaku mengajar kelas satu hingga kelas enam bersama kepala sekolah. Menurutnya, beberapa tahun ke belakang terdapat PNS yang mengajar namun saat ini sudah tidak ada kecuali kepala sekolah.
“Beberapa tahun ke belakang ada empat orang PNS tapi sampai 2016 semuanya pindah mutasi karena tidak betah. Guru honorer juga ada tiga orang tapi bulan ini tinggal saya. Dua orang ini memilih tidak meneruskan karena masalah honor dan lokasi sekolah yang jauh,” katanya.
Dirinya mengaku bertahan menjadi guru honorer sejak 14 tahun silam sebab tidak tahu harus kemana lagi (bekerja apa) dan tidak ada pilihan lainnya. “Saya pernah mengajukan mundur ke kepala sekolah tapi kepala sekolah bilang nanti ibu dengan siapa di sini,” katanya.
Setia pun mengaku memilih bertahan mengajar di sekolah sebab jika dirinya keluar maka siswa tidak ada yang mendapatkan pelajaran. Bahkan, baginya yang membuat semangat adalah terdapat siswa yang belajar ke sekolah harus terlebih dahulu berjalan sepanjang 5 km.
“Siswa sekarang udah berkurang mungkin 40 orang. Di daerah sekolah daerah perkebunan Rancabolang dan ada informasi mau gulung tikar dan karyawan hampir dikeluarkan. Otomatis anak-anak dibawa orangtuanya. Jadi kadang anak ada yang masuk dan keluar sekolah,” katanya.
Setia menambahkan, dirinya berusaha semampu mungkin mengajar di sekolah tersebut dan berharap minimal anak bisa membaca, menulis dan berhitung. Ia pun berharap ke depan sekolahnya bisa diperhatikan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung agar bisa lebih berkembang.