Kamis 29 Nov 2018 14:00 WIB

Bayi Rekayasa Genetik Dianggap Kegagalan Komunitas Ilmiah

Mengubah DNA mungkin membahayakan gen lain.

Rep: Santi Sopia/ Red: Ani Nursalikah
Peneliti He Jiankui dari Shenzhen, Cina saat berbicara dalam Human Genome Editing Conference di Hong Kong, Rabu (28/11). Dia mengklaim telah merekayasa gen bayi kembar perempuan, hal yang pertama di dunia.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Peneliti He Jiankui dari Shenzhen, Cina saat berbicara dalam Human Genome Editing Conference di Hong Kong, Rabu (28/11). Dia mengklaim telah merekayasa gen bayi kembar perempuan, hal yang pertama di dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG - Klaim peneliti He Jiankui dari Shenzhen, Cina terkait rekayasa genetik bayi perempuan kembar telah memicu kehebohan di Cina dan komunitas medis dunia. Setelah ia berbicara pada konferensi internasional di Hong Kong, Rabu (28/11), sebagian besar ilmuwan masih menanggapinya dengan penolakan. 

Pemimpin konferensi, David Baltimore, seorang pemenang Hadiah Nobel dari Institut Teknologi Kalifornia menyebut eksperimen yang dilakukan He Jiankui tidak bertanggung jawab. Terjadinya eksperimen itu juga dianggap bukti kegagalan komunitas ilmiah mengatur dan mencegah upaya dini mengubah DNA.

Mengubah DNA sebelum atau pada saat pembuahan sangat kontroversial karena perubahan dapat diwariskan dan mungkin membahayakan gen lain. Tindakan ini juga dilarang di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, kecuali untuk penelitian laboratorium.

Baltimore mengatakan eksperimen inu tidak memenuhi kriteria yang disetujui banyak ilmuwan beberapa tahun lalu sebelum penyuntingan gen dapat dipertimbangkan. “Saya pribadi tidak berpikir itu perlu secara medis. Soal alasan untuk mencegah penyakit HIV, ada upaya lain daripada mencoba mencegah infeksi HIV dengan cara ini," kata Baltimore.

Para ilmuwan utama dari sejumlah universitas menolak eksperimen itu. Kelompok pemerintah sedang melakukan penyelidikan.

"Ini adalah perkembangan yang benar-benar tidak dapat diterima," kata Jennifer Doudna, ilmuwan University of California-Berkeley dan salah satu penemu alat pengeditan gen CRISPR.

Doudna mengatakan bersyukur bisa mendengarkan langsung penjelasan He Jiankui, tetapi sejatinya sama sekali tidak perlu mendengarkan klarifikasi sang peneliti. David Liu dari Harvard dan MIT Broad Institute serta penemu variasi alat pengeditan gen juga mengaku merasa terganggu dengan eksperimen ini.

Menurutnya, ini adalah contoh yang mengerikan dari apa yang tidak boleh dilakukan tentang teknologi yang berpotensi besar menguntungkan masyarakat. "Saya berharap itu tidak akan pernah terjadi lagi,” ujarnya.

Tidak ada konfirmasi independen dari eksperimen rekayasa genetik, sekaligus juga belum masuk dan diterbitkan di jurnal ilmiah mana pun. He Jiankui juga dianggap gagal atau menolak menjawab banyak pertanyaan termasuk pada yang membayar karyanya, bagaimana dia memastikan peserta memahami potensi risiko dan manfaat dan mengapa dia merahasiakan proses karyanya.

Dekan Harvard Medical School dan salah satu penyelenggara konferensi George Daley juga memperingatkan reaksi dari eksperimen ini. "Para ilmuwan yang bertindak nakal akan membawa dampak yang sangat dalam bagi komunitas ilmiah," kata Daley.

Selain komunitas ilmuwan, regulator juga memiliki sikap tidak jauh beda, yaitu menolak eksperimen yang dinilai belum bisa dipertanggungjawabkan secara etika dan ilmiah ini. Komisi Kesehatan Nasional telah memerintahkan pejabat setempat di provinsi Guangdong untuk menyelidiki tindakan ini berikut Universitas Sains dan Teknologi China Selatan yang juga tengah melakukan penyelidikan.

Sebelumnya, Qui Renzong dari Akademi Ilmu Sosial Cina mengkritik keputusan membiarkan He  Jiankui berbicara pada konferensi. Seharusnya karya pembicara pada konferensi ditinjau terlebih dulu oleh para ahli independen. PBB juga disarankan mengadakan pertemuan guna membahas tindakan kontroversial ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement