Kamis 29 Nov 2018 14:29 WIB

Saudi akan Kucurkan Pinjaman ke Tunisia, Berapa Jumlahnya?

Bantuan ini disorot di tengah kasus pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi.

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Nashih Nashrullah
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman
Foto: Saudi Press Agency via AP
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS – Dua sumber anonim yang dekat dengan pertemuan antara Putra Mahkota Mohammad bin Salman (MBS) dan Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi di Tunisa, mengatakan kepada Reuters, Arab Saudi akan meminjamkan dana pinjaman sebesar 500 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Pinjaman tersebut akan diberikan dengan bunga rendah kepada Tunisia. Selain itu Saudi juga akan membiayai dua proyek besar di Tunisia senilai 140 juta dolar AS.

"Tunisia akan mengumumkan dalam beberapa hari ke depan tentang kesepakatan penting dengan Saudi, termasuk pinjaman dengan suku bunga rendah, perjanjian investasi, dan rincian penting lainnya," kata penasihat kepresidenan Tunisa, Nourredine Ben Ticha seperti dilansir Reuters, Kamis (29/11). 

Di tengah kunjungan MBAS ke Tunisa, ratusan warga Tunisia menggelar aksi protes bersama turun ke jalan di Kota Tunis selama dua hari pada Senin (26/11) dan Selasa (27/11). 

Protes dilakukan menyusul kedatangan Putra Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) ke Tunisia. Warga mencela MBS sebagai dalang di balik pembunuhan jurnalis Jamal Kahshoggi.

Protes kali ini merupakan kejadian langka bagi MBS sebagai penguasa de facto Saudi. MBS sedang melakukan tur luar negerinya yang pertama sejak Pembunuhan Khashoggi 2 Oktober lalu. Kunjungan tersebut dijadwalkan termasuk ke Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir.

"Pangeran MBS disambut oleh Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi saat tiba di bandara Tunis, kemudian segera bertolak ke Istana Carthage," ujar staf kepresidenan seperti dikutip Reuters, Rabu (28/11).

Pangeran MBS pun diberikan medali republik yang merupakan penghargaan resmi tertinggi yang diberikan negara. Seperti diketahui Tunisia telah berjuang secara ekonomi dan membutuhkan dana asing bagi pembangunan negaranya.

Tunisia juga tengah berjuang memangkas defisit anggarannya, menstabilkan mata uang yang sempat jatuh serta mengelola ekspektasi pemberi pinjaman internasional. Negara tersebut juga begejolak menuntut reformasi seperti memangkas tagihan gaji publik.

Ekonomi Tunisia bergolak sejak otokrat Zine al-Abidine Ben Ali digulingkan dalam pemberontakan 2011 yang dipicu sebab kemarahan pada tingkat pengangguran, kemiskinan, dan rekor inflasi yang tinggi.

Di bawah tekanan dari Dana Moneter Internasional, Perdana Menteri Youssef Chahed memiliki visi memotong defisit anggaran menjadi sekitar 4,9 persen dari PDB tahun ini dari 6,2 persen tahun lalu.

Putra mahkota mengatakan kepada televisi pemerintah Tunisia bahwa Saudi telah lama memiliki hubungan baik dengan Tunisia. "Saya tidak bisa datang ke Afrika Utara tanpa mengunjungi Tunisia ... Presiden Tunisia seperti ayah saya," ujarnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement