REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Aktivis perlindungan anak, Seto Mulyadi, menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberi contoh bagaimana negeri ini membutuhkan sosok sahabat anak. Ia mengatakan sahabat anak penting untuk melindungi mereka dari pengaruh negatif, seperti ketergantungan terhadap narkotika.
"Coba lihat sekarang, Presiden kita sudah main gobak sodor sama anak-anak," kata dia saat memberi motivasi kepada para orang tua yang anak-anak mereka menjadi pemadat karena terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Rumbai, Kota Pekanbaru, Kamis (29/11).
Pria yang akrab disapa Kak Seto itu, berdialog dengan puluhan orang tua dalam kegiatan bertajuk Family Support Group (SFG) Wilayah Provinsi Riau. Kegiatan itu digelar oleh Panti Sosial Permadi Putra (PSPP) Galih Pakuan Bogor yang merupakan unit rehabilitasi pencandu narkotiba di bawah naungan Kementerian Sosial.
Kak Seto mengatakan pada suatu pertemuan Presiden Jokowi pernah mengungkapkan kegundahan kepadanya tentang kondisi anak-anak Indonesia. "Presiden pernah bertanya kepada saya, Kak Seto kenapa sekarang banyak anak-anak banyak yang kecanduan narkoba, gadget (gawai), rokok, sampai LGBT, dan radikalisme. Saya jawab, kita harus beri contoh jadi sahabat bagi anak-anak kita, ya caranya dari presiden jadi sahabat anak, menteri jadi sahabat anak," katanya.
Kemungkinan besar jawaban Kak Seto benar-benar dijalankan karena Presiden Jokowi memang dalam beberapa kesempatan kunjungan kerjanya melalukan permainan tradisional bersama anak-anak. Menurut dia, sering kali orang tua berperan seperti komandan kepada anaknya sehingga jarak keduanya semakin jauh.
"Anak-anak kita terpapar gadget, narkoba dan lainnya kemungkinan karena mendapat nuansa yang tak nyaman di dalam keluarga," ujarnya.
Ia menambahkan ketika seorang anak sudah kecanduan narkoba, maka orang tua harus terus mendampingi dan menjadi figur yang bisa menjadi sahabat anak. "Berikan dukungan, tetap banggalah kepada anak kita karena butuh figur, butuh dukungan kekuatan cinta," katanya.
Kepala PSPP Galih Pakuan Beni Sujanto menambahkan sering terjadi orang tua masih malu dan tidak siap menerima kenyataan anak mereka kecanduan narkoba. Bahkan, katanya, ada juga orang tua lepas tangan dan menyerahkan masa depan anak mereka kepada PSPP karena menilai lembaga itu sudah dibiayai oleh negara.
"Ada yang takut dan lepas tangan. Ada yang pindah rumah sehingga tak bisa dilacak lagi alamatnya karena tak mau menerima anaknya yang sudah selesai direhab," katanya.
Ia berharap, kegiatan itu bisa membentuk grup para orang tua di Riau yang anak-anaknya mendapat perawatan rehabilitasi dari ketergantungan narkoba. Mereka, kata dia, akan saling berkomunikasi dan berbagi pengalaman soal anak yang ketergantungan narkoba.
"Dari jumlah penerima manfaat atau rehab dari Riau cukup banyak, ada sekitar 18 orang," katanya.