Kamis 29 Nov 2018 16:09 WIB

JPU: Eni Terima Gratifikasi untuk Biayai Pilkada Suami

Anggota DPR nonaktif Eni Saragih menerima gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar.

Mantan anggota DPR RI wakil ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih bersiap menjalani sidang  perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan anggota DPR RI wakil ketua Komisi VII, Eni Maulani Saragih bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI nonaktif Eni Maulani Saragih menerima gratifikasi sejumlah Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura (sekitar Rp410 juta). Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mengatakan, Eni menggunakan uang gratifikasi untuk membiayai kegiatan Pilkada Kabupaten Temanggung yang diikuti oleh suaminya M Al Khadziq.

"Bahwa seluruh uang hasil penerimaan atau gratifikasi tersebut telah digunakan oleh terdakwa Eni Maulani Saragih untuk membiayai kegiatan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Temanggung periode 2018 s.d. 2023 yang diikuti oleh suami terdakwa, M. Al Khadziq, serta untuk memenuhi kebutuhan pribadi terdakwa," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Heradian Salipi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (29/11).

Dalam surat dakwaan disebutkan Eni Maulani Saragih menerima uang sebesar itu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas, yaitu dari Prihadi Santoso selaku Direktur Smelting sejumlah Rp250 juta, Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) sejumlah Rp100 juta, Samin TAN selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal sejumlah Rp5 miliar, dan Iswan Irbahim selaku Presiden Direktur PT ISARGAS sejumlah Rp250 juta.

Penerimaan dari Direktur PT SMELTING Prihadi Santoso sejumlah Rp250 juta. PT SMELTING adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan biji tembaga yang di antaranya memiliki produk sampingan "copper slag" (limpah industri peleburan tembaga) yang digunakan oleh produsen semen. Prihadi Santoso yang sudah mengenai Eni sebagai anggota Komisi VII meminta bantuan untuk memfasilitasi dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup agar PT SMELTING dapat melakukan impor limbah bahan berbahaya beracun (B3), yaitu limbah tembaga yang akan diolah menjadi "copper slag".

"Permohonan Prihadi Santoso tersebut ditindaklanjuti terdakwa dengan mempertemukan Prihadi Santoso dengan Rosa Vivien Ratnawati selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3)," kata jaksa Heradian.

Setelah memfasilitas pertemuan tersebut, Eni meminta sejumlah uang untuk kegiatan di Temanggung kepada Prihadi Santoso. Selanjutnya, Prihadi mentransfer uang sejumlah Rp250 juta ke rekening BCA ats nama Indra Purmadani yang merupakan orang kepercayaan Eni.

Pengiriman dilakukan secara bertahap, yaitu pada tanggal 8 Mei 2018 sejumlah Rp100 juta, pada tanggal 26 Juni 2018 sejumlah Rp100 juta, dan pada bulan Juli 2018 dengan menyerahkan uang tunai di kantor PT SMELTING. Selanjutnya, Indra Purmadani memberikan uang itu kepada Eni melalui Tahta Maharaya selaku tenaga ahli Eni.

Kedua, penerimaan dari Direktur PT One Connect Indoensia (OCI) sejumlah 40.000 dolar Singapura dan Rp100 juta. PT OCI adalah perusahaan yang bergerak di bidang migas dan Herwin mengenai Eni selaku anggota Komisi VII DPR pada sekitar Mei 2018.

Eni telah membantu memfasilitasi pihak Kementerian Lingkungan Hidup dengan perusahaan Herwin Tanuwidjaja dan Prihadi Santoso agar dapat melakukan impor limbah B3 dan selanjutnya Eni meminta sejumlah uang dalam bentuk dolar Singapura kepada Herwin untuk keperluan pilkada di Kabupaten Temanggung dengan alasan agar mudah dibawa ke daerah serta menyuruh Herwin menerahkan uang itu kepada Indra Purmadani.

Indra Purmadani pada tanggal 17 Juni 2018 menerima uang dengan staf Herwin di Plaza Senayan sejumlah 40.000 dolar Singapura. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 2018 Herwin mentransfer uang Rp100 juta ke rekening BCA atas nama Indra Purmadani. Indra Purmadani lalu memberikan uang itu kepada Eni melalui Tahta Maharaya selaku tenaga ahli Eni.

Ketiga, penerimaan dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal sejumlah Rp5 miliar. Eni berkenalan dengan Samin Tan selaku pemilik PT Borneo yang bergerak di bidang jasa pertambangan batu bara yang memiliki anak perusahaan, PT Asmin Kolaindo Tuhup (AKT), yang juga bergerak di bidang pertambangan batu bara.

"Samin Tan kemudian meminta bantuan terdakwa terkait dengan permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dan Kementerian ESDM. Atas permintaan tersebut, terdakwa menyanggupi untuk membantu memfasilitasi antara pihak Kementerian ESDM dan PT AKT," ungkap jaksa Heradian.

Samin lalu memberikan uang Rp4 miliar melalui Direktur PT Borneo Nenie Afwani sejumlah Rp4 miliar secara tunai di Kantor PT AKT. Selanjutnya, pada tanggal 5 Juni, Eni mengirimkan pesan WhatsApp kepada Nenie Afwandi untuk meminta tambahan uang kepada Samin Tan masih untuk pilkada.

Samin melalui Nenie lalu memberikan uang tunai sejumlah Rp1 miliar kepada Eni melalui Tahta Maharaya. Keempat, penerimaan dari Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim sejumlah Rp250 juta.

"Pada bulan Mei 2018, terdakwa meminta uang untuk keperluan suami terdakwa yang sedang mengikuti pilkada di Kabupaten Temanggung dan terdakwa menyampaikan bahwa yang akan mengambil uang tersebut adalah Indra Purmandani dan Iswan Ibrahim menyanggupinya," tambah jaksa.

Iswan Ibrahim lalu memberikan uang senilai total Rp250 juta yang diberikan dalam dua tahap, yaitu pada tanggal 7 Juni 2018 senilai Rp200 juta melalui transfer ke rekening Indra Purmadani dan pada bulan Juli 2018 sejumlah Rp50 juta yang diberikan secara tunai kepada Indra Murmadani.

Sejak Eni menerima gratifikasi yang seluruhnya sejumlah Rp5,6 miliar dan 40.000 dolar Singapura tersebut, Eni tidak pernah melaporkan ke KPK sampai dengan batas waktu 30 hari kerja sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terhadap perbuatannya Eni didakwa Pasal 12 B UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Selain didakwa menerima gratifikasi, Eni juga didakwa menerima suap dari pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd. Johanes Budisutrisno Kotjo sejumlah Rp4,75 miliar.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd., dan Cina Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd. Atas dakwaan tersebut, Eni tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Sidang dilanjutkan pada tanggal 4 Desember 2018.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement