REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan kronologi kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan Kelas II A Banda Aceh, kawasan Lambaro, Aceh Besar, hingga seratusan narapidana kabur, Kamis (29/11) malam. Kabag Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto di Jakarta, Jumat (30/11) pagi, mengatakan bahwa pelarian terjadi pada pukul 18.30 WIB saat waktu magrib, dimana beberapa warga binaan meminta melaksanakan salat berjamaah.
Namun, lanjut Ade, waktu beribadah tersebut telah dimanfaatkan oleh beberapa narapidana untuk memprovokasi narapidana lainnya melarikan diri. Caranya dengan cara menjebol pagar pemisah kantor utama dengan blok atau taman kunjungan.
Kejadian diawali dengan cara narapidana membawa barbel untuk membobol kawat ornamesh depan klinik lapas. Kemudian mereka lari ke arah pintu akses P2U. Namun, karena pintu akses P2U terkunci sehingga narapidana melewati aula dan ruang kerja lapas.
Selanjutnya, dengan barbel dan benda tumpul lainnya, mereka mendobrak besi tralis jendela ruang aula dan ruang kerja yang menghadap keluar lapas, lalu melarikan diri. Petugas piket berjumlah 10 orang, terdiri atas tiga orang piket senior dan tujuh orang CPNS.
Jumlah narapidana Lapas Banda Aceh per 30 November 2018 sebanyak 726 orang. Napi yang melarikan diri sebanyak 113 orang. Sebanyak 21 orang di antaranya sudah tertangkap.
Menyikapi peristiwa tersebut, Dirjenpas Sri Puguh Budi Utami memerintahkan kepada petugas lapas dan rutan melakukan dan meningkatkan intensitas kontrol serta inspeksi, khususnya pada saat jam rawan. Selain itu, juga memastikan seluruh warga binaan pemasyarakatan (WBP) berada di dalam kamar dan terkunci, dan melakukan koordinasi dengan aparatur keamanan Polri/TNI untuk meningkatkan intensitas kontrol titik sambang atau bantuan pengamanan.
Sri Puguh juga mengimbau menambah kekuatan pengamanan dari unsur staf, juga melakukan deteksi dini potensi gangguan kamtib. Selain itu mengambil langkah cepat pencegahan potensi gangguan keamanan dan ketertiban.