REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada mengatakan perlu ada pedoman bagi pengelola masjid dan penceramah agar tidak ada khotbah yang mengandung unsur radikal dan intoleransi. "Memang saat ini yang menjadi problem terbesar dari pengurus masjid adalah memilih dan menyeleksi para penceramah atau pengkhotbah," kata Dede dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (30/11).
Ia mengatakan Kementerian Agama telah menyusun daftar penceramah yang direkomendasikan, tetapi mendapatkan kritikan bahkan penentangan dari banyak pihak. Padahal, menurutnya, sebenarnya ada baiknya juga ketika Kementerian Agama mengeluarkan rekomendasi itu sebagai panduan bagi para pengurus masjid untuk menentukan penceramah sekaligus menyeleksi materi khotbah yang akan disampaikan.
"Tiba-tiba penceramah langsung berbicara di mimbar, pengurus masjid sebelumnya tidak tahu materi yang akan disampaikan, dan ternyata yang disampaikan penceramah itu sedikit masuk domain-domain radikalisme dan sebagainya," ujar peraih gelar doktor dari McGill University, Kanada ini.
Terkait dengan batas materi khotbah itu masuk kategori radikalisme atau tidak, menurut Dede perlu ada kesepakatan dari organisasi Islam dan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, yakni Bimas Islam Kementerian Agama. "Sehingga nantinya akan ada gambaran untuk membandingkan misalnya penceramah A khotbahnya bagus, penceramah B berbicara begini, lalu penceramah C berbicara di mimbar seperti mengandung unsur radikal atau intoleransi sehingga tidak direkomendasikan lagi ke depannya," ujar Dede.
Menurutnya, kalau pengurus masjid sudah mengetahui ada penceramah menyampaikan materi khotbah yang mengandung radikalisme dan intolerasi maka sudah seharusnya pengurus masjid tersebut tidak memberikan tempat lagi bagi penceramah tersebut. "Jadi, seleksinya seperti itu, dan tentunya hal itu juga perlu disampaikan kepada pengurus masjid yang lain atau dicatat bahwa penceramah tersebut materi ceramahnya seperti apa," katanya.
Menurut Dede, ceramah bermuatan radikal dan intoleransi berbahaya jika diserap oleh umat yang pengetahuan agamanya masih kurang. Begitu juga oleh orang yang tingkat pendidikannya rendah.
Ia berharap organisasi keagamaan berinisiatif mendorong pentingnya membuat pedoman khotbah yang lebih mendidik. Khotbah yang dapat mencerdaskan masyarakat dan penuh nuansa perdamaian jauh lebih dibutuhkan agar masyarakat tidak terpecah dan umat terbentengi dari paham radikal.
"Bukan kurikulum khotbah, tetapi pedoman khotbah. Dulu saya pernah membuat materi dakwah terurai, menjelaskan temanya apa, bicaranya apa dan arahnya ke mana dan ilustrasinya seperti apa, hanya satu halaman. Nanti bisa dipakai oleh khatib atau penceramah sebagai pedoman untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada umat atau jamaahnya," katanya. Selain itu, Dede mengatakan, perlu ada buku kecil bagi pengurus masjid yang menjelaskan indikator radikalisme.