REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan publik yang stabil dapat memberikan kepastian hukum dan masuknya investasi. Pemerintah juga harus dapat menjadi institusi publik yang dipercaya dengan reputasi baik.
Hal tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam suatu sesi diskusi panel investor forum yang merupakan salah satu rangkaian acara pertemuan G20 yang berlangsung di Buenos Aires, Argentina, Kamis (29/11). Dalam forum tersebut, Sri Mulyani menyampaikan Indonesia telah menyiapkan berbagai strategi untuk menarik investasi jangka panjang yang berkelanjutan.
Selain menyiapkan kebijakan publik yang dirancang dengan baik dan stabil, strategi lainnya adalah pemerintah harus dapat menjadi institusi publik yang dipercaya dengan reputasi baik. Pemerintah harus memiliki dan menguasai risiko politik yang sering terjadi di negara berkembang.
"Melalui ketiga hal tersebut, pemerintah Indonesia dapat merancang instrumen dan kebutuhan atas Public Private Partnership (PPP) untuk memenuhi kebutuhan atas pembiayaan infrastruktur," ujar Sri Mulyani melalui siaran pers.
Ia mengharapkan negara berkembang bisa mereplikasi apa yang sudah dilakukan Indonesia dengan berbagai inovasi tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa perekonomian Indonesia dalam keadaan baik dan menarik untuk kegiatan investasi. Pertumbuhan ekonomi stabil pada level 5,08 persen pada triwulan III-2018, proyeksi inflasi selama 2018 di bawah 3,5 persen, serta tren investasi yang meningkat dan memberikan imbas positif pada perekonomian.
Namun, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dan risiko global karena ada peningkatan tensi perang dagang dan pengetatan likuiditas. Dalam menghadapi tantangan global dan tantangan itu, Sri Mulyani menjabarkan serangkaian strategi untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan kompetisi untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Beberapa hal telah dilakukan untuk meningkatkan investasi antara lain penerbitan 16 paket kebijakan ekonomi, termasuk penyederhanaan izin perusahaan melalui sistem OSS dan perluasan pemberian insentif perpajakan. Strategi lain adalah melakukan deregulasi aturan untuk mendorong pembangunan infrastruktur seperti penjaminan untuk pinjaman kepada BUMN yang menangani proyek infrastruktur.
Selain itu, terdapat akselerasi pengadaan tanah dan pembayaran untuk masyarakat yang terdampak, serta berbagai paket kebijakan untuk memperkuat tingkat keyakinan pemilik modal untuk menginvestasikan dana. Pemerintah juga melakukan reformasi institusi untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan membuat berbagai komite khusus.
Beberapa di antaranya Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk akselerasi pembangunan infrastruktur dan penggabungan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk memperkuat kemampuan pembiayaan dan memperkuat PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF),
Kemudian, unit PPP untuk meningkatkan kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), pendirian Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) untuk menyediakan dana tanah pada proyek strategis nasional dan pendirian Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) untuk menjamin proyek yang bukan dengan skema KPBU. Untuk meningkatkan peran serta swasta, Indonesia juga melakukan reformasi kebijakan fiskal dengan menciptakan insentif skema pembiayaan antara lain Viability Gap Funding (VGF), Availability Payment, Land Revolving Fund, Risk Sharing Guideline, dan Tax Holiday.
Dalam diskusi ini, Sri Mulyani juga menyampaikan skema pembangunan inovatif yang dikembangkan Pemerintah yaitu SDG Indonesia One (SIO) yang menggabungkan pembiayaan campuran, blending grants, dan private investment. Tujuan diskusi yang mengundang tokoh investor, kepala negara, menteri keuangan, regulator dan lembaga keuangan ini adalah untuk menyusun aksi nyata bagaimana meningkatkan perputaran modal dalam investasi jangka panjang yang berkelanjutan.
Dalam forum ini, ikut dibahas berbagai jenis investasi dengan menimbang mitigasi risiko dan memaksimalkan efek sosial. Hadir memberikan pembukaan adalah Menteri Keuangan Argentina Nicolas Dijovne dan pidato pembuka disampaikan oleh Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim. Pembicara lain dalam diskusi panel ini antara lain Menteri Keuangan Chile Felipe Larrain, CEO Bank of America Brian Moynihan, CEO Amundi Yves Perrier dan CEO Aviva International Insurance Maurice Tulloch.