REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sebanyak 600 warga dari Bandung diprediksi akan hadir dalam Reuni Akbar Alumni 212 di Monumen Nasional (Monas) Gambir Jakarta Pusat pada Ahad (2/12). Menurut Humas MIM Foundation, Ugie Prasetyo, 600 orang itu terdiri atas 500 masyarakat umum dan 100 orang dari anggota yayasan yang bergerak di bidang dakwah Menuju Insan Madani (MIM) Foundation.
“Kita berangkat diperkirakan gabung dengan massa lainnya hampir 500 orang dari harokah-harokah lain seperti Al-latief, Pemuda Istiqomah dan lainnya,” ujar Ugie kepada wartawan, Jumat (30/11).
Ugie mengatakan, untuk kesiapan logistik dari Jakarta sudah disiapkan. Berkaca dari aksi tahun lalu, banyak donatur yang menyiapkan kebutuhan. “Seperti yang sudah-sudah, kalau logistik makanan disediakan oleh donatur di Monas,” katanya.
Khusus 100 anggota MIM Foundation, menurut Ugie, turut dibekali snack dan barang untuk mengantisipasi saat aksi terjadi hujan, satu unit bus besar dan satu bus kecil. “Seperti snack, kalau makanan disediakan di sana, air mineral, jas hujan sekali pakai. Dari MIM menyediakan dua bus,” katanya.
Ugie memastikan, dalam reuni tersebut pihaknya tidak ingin merepotkan penyelenggara dalam hal kebutuhan logistik. Karena, semunya sama-sama mengirimkan orang ke sana dalam artian jadi harus tanggulangi sendiri jadi tak merepotkan atau membebani orang lain juga. "Jadi sebisa mungkin apa yang bisa kita sediakan ya sediakan, ya biar peserta juga akan nyaman,” katanya.
Ugie memastikan dalam aksi tersebut tidak akan membahas kasus Ahok. “Bukan Ahok ini mah, Ahok sudah masa lalu, ini mah bukan masalah Ahok,” katanya.
Menurut Ugie, yang akan disampaikan lebih kepada penekanan umat Muslim di Indonesia saat ini harus bersatu. “Ini ingin menunjukan bahwa di tahun lalu mampu berkumpul dengan aman, tausiah dan segala macam, ketika Muslim bersatu, kuat, ya seperti ini,” katanya.
Ugie pun menilai, salah besar jika massa 212 dikaitkan dengan isu makar. Berkaca pada aksi tahun lalu, pada reuni akbar nanti akan berjalan damai dan tertib tanpa mengganggu aktivitas masyarakat lain. “Bisa dibayangkan kan ketika tujuh juta orang dimobilisasi satu Komando, itu bisa reformasi, tapi kan itu enggak dilakukan sama Muslim. Kita hanya menyuarakan suara bersatu,” katanya.
Menurut Ugie, keterbukaan massa aksi pada pihak luar saat kegiatan berlangsung juga dilakukan. Salah satu contohnya yaitu ketika ada media asing hadir di tengah kerumanan saat aksi 212 pertama, pihaknya menerima tanpa ada intimidasi. “Jadi jangan ada frame bahwa bisa panas, chaos, padahal mana? Bahkan ketika ada media asing kita terbuka tidak dikotori dengan hal-hal buruk,” katanya.