Jumat 30 Nov 2018 19:00 WIB

Lembaga AS Sebut Myanmar Lakukan Genosida pada Rohingya

PILPG dikontrak Departemen Luar Negeri AS untuk penyelidikan kasus Rohingya.

Red: Nur Aini
Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE
Muslim Rohingya tiba di Desa Thae Chaung, Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Rabu (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok hukum hak asasi manusia Amerika Serikat, yang membantu penyelidikan kekejaman terhadap suku Rohingya di Myanmar, menemukan dasar masuk akal untuk menyimpulkan bahwa terjadi pemusnahan atau genosida.

Kelompok itu dikontrak Departemen Luar Negeri untuk mewawancarai pengungsi sebagai bagian dari penyelidikan kekejaman terhadap suku Rohingya di Myanmar. Namun, pemerintah Amerika Serikat tidak mengatakan terjadi pemusnahan.

Laporan itu, yang akan disiarkan pada Senin oleh Kelompok Hukum dan Kebijakan Umum Antarbangsa (PILPG), juga akan mengatakan ada dasar masuk akal untuk menyimpulkan bahwa tentara Myanmar melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, selain pemusnahan.

Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang disiarkan pada September, yang bergantung pada penelitian PILPG, menemukan bahwa tentara Myanmar melancarkan pembunuhan besar terencana, pemerkosaan kelompok, dan kekejaman lain terhadap Rohingya. Tapi laporan itu tidak menjelaskan tindakan keras tersebut sebagai pemunahan atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Menurut pejabat Amerika Serikat, hal itu menjadi pokok perbantahan sengit di dalam, yang menunda peluncuran laporan itu hampir satu bulan.

Pernyataan pemusnahan oleh pemerintah Amerika Serikat, yang hanya menyebut penindasan itu "pembersihan suku", dapat memiliki dampak hukum. Itu membuat beberapa pajabat di pemerintahan Trump berhati-hati dalam mengeluarkan penilaian seperti itu.

PILPG mendasarkan laporannya atas lebih dari 1.000 wawancara dengan pengungsi Rohingya, yang mengungsi ke Bangladesh. Kelompok itu menyatakan tugas tersebut dilakukan pada Maret dan April.

Laporan Departemen Luar Negeri pada September disiarkan secara sederhana hampir sebulan setelah penyelidik Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan laporan menuduh tentara Myanmar bertindak dengan "maksud genosida". Penyidik itu juga menyerukan panglima tertinggi tentara dan lima jenderal negara itu dituntut berdasarkan atas hukum antarbangsa.

Pejabat Departemen Luar Negeri menyatakan tujuan penyelidikan pemerintah Amerika Serikat tidak untuk menentukan genosida, tapi "merekam bukti". Oleh karena itu, terserah pada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo untuk mengambil langkah hukum pada masa depan.

Pompeo mendesak pemerintah Myanmar menyelidiki pelanggaran terhadap Rohingya dan meminta pertanggungjawaban pasukan keamanan dan lain-lain. Pejabat tinggi Departemen Luar Negeri pada September menyatakan yang bertanggung jawab bisa dimintai pertanggungjawaban atas pemusnahan dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Tentara di Myanmar, membantah tuduhan melakukan pembersihan suku dan menyatakan tindakannya adalah bagian dari perang melawan terorisme.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement