REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui, akses dan sarana prasarana untuk penyandang disabilitas masih minim.
"Memang jujur saja akses sarana prasarana untuk penyandang disabilitas masih jauh dari sempurna. Masih perlu banyak penyempurnaan-penyempurnaan," katanya saat konferensi pers mengenai Hari Disabilitas Internasional 2018, di Jakarta, Jumat (30/11).
Kendati demikian, ia mengklaim pembangunan sarana prasarana secara fisik bukan tanggung jawab Kementerian Sosial (Kemensos) melainkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU PR). Sedangkan Kementerian Sosial, dia melanjutkan, bertanggung jawab untuk penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang mendukung penyandang disabilitas.
Ia menyebutkan, Kemensos telah memiliki Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) Abiyoso di Cimahi, Jawa Barat, yang mencetak kitab suci Al quran, injil hingga buku untuk tuna netra. "Jadi, Alquran braille diproduksi Kemensos agar bisa memenuhi kebutuhan untuk pendidikan. Ini tugas kami," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, pihaknya memiliki ketentuan yaitu keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) apabila memiliki anggota keluarga penyandang cacat maka indeks bantuan yang akan diterima KPM tersebut naik sekitar Rp 2 juta.
Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufroni Sakaril mengakui, akses untuk penyandang disabilitas bukan hanya tugas Kemensos. Ia menyebut pembangunan infrastrukturnya bergantung dari Kementerian PU PR sementara akses transportasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hingga akses pendidikan inklusi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Karena itu, semua kementerian harus terlibat dalam pemenuhan hak-hak disabilitas," ujarnya.
Sebelumnya, Istri presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid mengkritik tidak adanya aksesbilitas untuk penyandang cacat atau disabilitas.
Menurutnya, akses untuk penyandang cacat sama sekali tidak ditemukan di Tanah Air.
"Sama sekali tidak ada akses untuk disabilitas di Indonesia," kata dia saat acara bedah buku berjudul 'Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas', di Jakarta, Kamis (29/11).
Ia menyayangkan, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kelompok berkebutuhan khusus masih sangat kurang. Ini terlihat dari kaum penyandang disabilitas yang dipaksa untuk sama-sama antre dengan pengunjung normal ketika membeli sesuatu.