REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) baru saja menggelar tablig akbar bertajuk Islam di Amerika. Gelaran itu menghadirkan Imam di Islamic Centre of New York, Ustaz Muhammad Syamsi Ali.
Memahami perjalanan syiar Islam memang tidak terbatas di Tanah Air atau di negara-negara Islam. Sebab, penyebaran Islam juga terjadi di berbagai belahan dunia, salah satunya di Negeri Paman Sam.
Dalam tausiyahnya, Syamsi menyampaikan pemikiran yang berkembang di dunia barat mengenai Islam tidak lain sebatas sebuah agama baru. Itu menjadi gambaran awal bagaimana Islam berkembang di AS.
Ia menilai, persepsi itu ditanamkan dengan tujuan memahamkan masyarakat AS jika Islam masih merangkak atau anak kemarin sore. Artinya, agama Islam belum dapat berdiri sendiri dan masih harus disuapi. "Sejatinya agama Islam di Amerika itu adalah agama yang sudah sangat lama," kata Syamsi di Auditorium Prof Abdulkahar Mudzakkir, Kamis (29/11) lalu.
Bahkan, ia menekankan kalau Islam telah lebih dulu sampai di bumi Amerika sebelum Colombus merasa menemukan Amerika. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya tulisan-tulisan berbahasa Arab di gunung-gunung Colorado.
Syamsi menjelaskan, awal mula perkembangan Islam di Amerika terjadi pada saat bangsa Cina Muslim menginjakkan kaki di sana melalui ekspedisi Laut Cina. Lalu, ada gelombang kedua yang membawa masuk Islam ke Amerika.
Kedatangan budak-budak Afrika jadi momentumnya. Salah satu dari mereka berasal dari Afrika Barat, kukuh mempertahankan agama Islam di tengah berbagai paksaan untuk meninggalkan Islam.
Malah, paksaan menguatkan keinginannya menuliskan Alquran dari hafalan. Semua itu dilanjutkan dengan kedatangan Muslim dari Timur Tengah. Jauh berselang, peristiwa di World Trade Center (WTC) pada 2001 memojokkan Islam.
Islam dilekatkan predikat sebagai agama teror. Uniknya, bagi Syamsi, kejadian itu justru menjadi pintu gerbang bagi perkembangan dakwah Islam di Amerika. Bahkan, ada cerita seseorang yang justru mualaf usai mencari arti kata teror.
Syamsi sendiri memulai dakwahnya dengan membangun komunikasi kepada pemerintah, pemeluk agama-agama lain dan masyarakat setempat. Satu hal yang harus disadari umat Islam kini tidak lain ketidakmpuan hidup sendiri di tengah globalisasi. "Orang yang positif akan melakukan kolaborasi, jadi saya membangun komunikasi dengan masyarakat di sana," ujar lulusan Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Makassar tersebut.
Di penghujung materi, pria yang sudah meninggalkan Indonesia sejak 18 tahun untuk melanjutkan S1 dan S2 di Pakistan itu berpesan agar generasi muda Islam tidak minder terhadap bangsa lain. Ia melihat, itu masih menjadi penyakit orang Indonesia.
Selain itu, Syamsi mengingatkan tugas pokok seorang Muslim adalah melakukan dakwah, dan dakwah dilakukan dengan menunjukkan keislaman. "Jujur dalam berislam, seperti ketika di dalam masjid bersikap Islam, begitupun di luar masjid," kata Syamsi.
Saat ini, Syamsi tengah membangun Pesantren Nusantara Almadani. Selain sebagai media dakwah, pembangunan pesantren ini memiliki tujuan agar Indonesia lebih dikenal di kancah internasional.