Sabtu 01 Dec 2018 12:43 WIB

Ahli AS Puji Cara Turki Tangani Kasus Khashoggi

Ahli itu menyebut tindakan Erdogan sangat pintar.

Foto sinar X koper-koper anggota tim eksekusi Khashoggi.
Foto: www.sabah.com.tr
Foto sinar X koper-koper anggota tim eksekusi Khashoggi.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Seorang mantan penasihat senior pemerintah AS mengenai Afghanistan pada Jumat (30/11) memuji Presiden Turki Recep Rayyip Erdogan karena menangani kasus wartawan terbunuh Jamal Khashoggi. Ahli itu menyebut tindakan Erdogan itu pintar.

"Presiden Erdogan telah sangat pintar dalam cara ia menyiarkan sepotong kecil keterangan secara perlahan," kata Barnett Rubin, ahli mengenai Asia Selatan darp New York University, kepada Kantor Berita Anadolu.

Baca Juga

"Hampir seperti mereka membiarkan Arab Saudi muncul dengan semua penjelasannya yang palsu dan menggelikan --dan kemudian ia muncul dengan informasi lebih yang memperlihatkan mereka tidak mengatakan yang sebenarnya," tambah Rubin.

Rubin berada di Istanul, Turki, untuk ikut dalam Konferensi Penengahan Ke-5 Istanbul. Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang bekerja untuk The Washington Post, dibunuh tak lama setelah ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul pada 2 Oktober.

Setelah berpekan-pekan mengatakan ia telah meninggalkan Konsulat tersebut dalam keadaan hidup, Pemerintah Arab Saudi belakangan mengakui Khashoggi terbunuh di sana, dan menyalahkan sekelompok agen merah Arab Saudi sebagai penyebab kematiannya.

Rubin, yang juga menulis beberapa buku termasuk Afghanistan from the Cold War through the War on Terror, mengatakan ia bertemu dengan Khashoggi ketika ia mengunjungi Arab Saudi pada 1989 untuk memberi kuliah di negeri tersebut. "Konsulat AS di Jeddah, Arab Saudi, memperkenalkan saya dengan Jamal, sebab ia telah melaporkan mengenai mujahidin Arab yang berperang di Afghanistan," kata Rubin, sebagaimana dikutip Xinhua. 

"Ia kritis, tapi ia adalah bagian dari pemerintah Arab Saudi ini. Anda nyaris tak bisa menyebut dia pembangkang apalagi bahaya buat negara. Anda tahu ia tidak mengelola partai, ia tidak mempunyai pengikut, ia tidak mempunyai senjata, ia cuma punya suara. Tapi ia memiliki suara yang sangat keras," Rubin menambahkan.

Saat mengenang satu peraturan AS baru-baru ini untuk menghentikan bantuan ke Arab Saudi dalam perang di Yaman, Rubin mengatakan, ada perasaan yang tersebar luas di kalangan anggota Demokrat dan sedikit anggota Republik bahwa reaksi Presiden AS Donald Trump bukan cuma lemah. "Tetapi juga agak memalukan," kata dia.

Pada Rabu (28/11), Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS mensahkan satu resolusi untuk mengakhiri dukungan AS buat perang koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman. Sehingga, menggagalkan upaya Pemerintah Trump untuk meyakinkan anggota Parlemen agar memberi suara yang menentangnya.

Pada Senin (26/11), kelompok hak asasi manusia internasional mengumumkan telah mengajukan tuntutan ke satu pengadilan federal Argentina mengenai dugaan kejahatan perang terhadap Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman. Saat ini, Muhammad bin Salman menghadiri Pertemuan Puncak G20 di Buenos Aires pada akhir pekan ini.

Menurut pernyataan dari Human Rights Watch (HRW), Pemerintah Argentina saat ini sedang menilai peran putra mahkota itu sehubungan dengan dugaan kejahatan perang oleh koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman dan kemungkinan keterlibatannya dalam dugaan penyiksaan terhadap warga negara Arab Saudi, termasuk Jamal Khashoggi.

sumber : Antara, Anadolu, OANA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement