Senin 03 Dec 2018 17:02 WIB

Koalisi Saudi Setujui Evakuasi Milisi Houthi ke Oman

Evakuasi militan Houthi yang terluka dinilai bisa memperlancar pembicaraan damai.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Aliansi Arab Saudi berupaya menggempur milisi Houthi di Pelabuhan Adrn, Yaman Selatan.
Foto: indianexpress
Aliansi Arab Saudi berupaya menggempur milisi Houthi di Pelabuhan Adrn, Yaman Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab di perang Yaman memindahkan 50 anggota militan Houthi yang terluka. Mereka akan dievakuasi dari Sana'a ke Muscat, Oman menggunakan pesawat milik PBB.

Pengumuman itu dilakukan setelah utusan PBB untuk Yaman, Martin Griffiths meminta adanya sikap baik sebelum rencana pembicaraan damai di Swedia dilakukan. Evakuasi ini menjadi langkah penting untuk memulai negosiasi setelah negara-negara maju menekan penghentian perang yang sudah terjadi selama empat tahun ini. 

"Pesawat PBB akan tiba di bandara internasional Sanaa hari Senin untuk mengevakuasi 50 militan yang terluka ditemani dengan tiga orang dokter dari Yaman dan satu dokter dari PBB dari Sanaa ke Muscat," kata jurubicara koalisi Arab Saudi di Yaman, Turki al-Maliki, seperti dilansir dari Aljazirah, Senin (3/12).

Nasib militan yang terluka sebelumnya menjadi batu sandungan dalam pembicaraan damai yang batal pada bulan September lalu. Pasukan militer Ameriak Serikat setuju untuk memfasilitasi evakuasi medis sesuai dengan permintaan Griffiths.

Maliki mengatakan sesuai apa yang diminta Griffiths evakuasi ini dilakukan atas dasar kemanusiaan dan sikap untuk menumbuhkan kepercayaan. Sampai kini belum ada tanggapan baik dari militan Houthi maupun PBB.

Usulan pembicaraan damai yang ditengahi PBB didukung baik militan maupun koalisi yang dipimpin Arab Saudi. Kedua belah pihak rencananya akan bertemu di Swedia pada pekan ini. Namun, Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres membatalkan pertemuan awal Desember dan ia berharap pembicaraan damai akan dilakukan pada tahun ini.   

Sebelumnya militan Houthi mengatakan mereka akan menghadiri pertemuan tersebut dengan syarat keamanan mereka dijamin. Pembicaraan damai yang gagal sebelumnya direncanakan dilakukan di Jenewa, Swiss. Pembicaraan tersebut gagal karena militan Houthi tidak mau meninggalkan Sana'a sebab PBB tidak bisa menjamin keselamatan mereka.

Mereka juga menuduh PBB gagal menjamin keamanan militan yang terluka untuk dievakuasi ke Oman. Kegagalan pembicaraan damai pada 2016 lalu di Kuwait yang memakan waktu 108 hari membuat militan Houthi terdampar di Oman selama tiga bulan.

Baru-baru ini, Griffiths mengadakan pertemuan secara terpisah dengan kedua belah pihak yang bertikai untuk mempersiapkan pembicaraan damai di Swedia. Peneliti Gulf International Forum, Sigurd Neubauer menyambut evakuasi ini sebagai perkembangan yang positif.

"Faktanya kami sedang membahas isu ini, yang mana sebelumnya sangat terbatas, ini sebuah kemenangan diplomatik, kami harus selalu optimistis tapi tetap hati-hati karena hasil yang pertama-tama kami lihat apakah pembicaraan ini jadi dilakukan atau tidak," kata Neubauer.

Neubauer menambahkan jika ternyata pembicaraan damai ini terjadi maka yang menjadi pertanyaanya apakah militan Houthi, PBB, dan koalisi Arab Saudi mau menyerahkan pelabuhan Hodeidah ke PBB. Hal itu penting karena untuk menyalurkan bantuan kemanusian ke seluruh Yaman.

"Jika itu terjadi, maka proses pembicaraan damai akan berjalan sesuai jalur tapi yang pertama apakah dan kapan pembicaraan damai dilakukan," kata Neubauer.

Kepala Bantuan PBB Mark Lowcock memperingatkan pada pekan lalu Yaman sedang mengalami bencana kemanusiaan dalam kunjungannya. Yaman hancur setelah meletusnya perang saudara pada 2014 lalu ketika militan Houthi yang bersekutu dengan pasukan yang setia dengan mantan Presiden Ali Abdullah Saleh mengepung kota terbesar di Yaman.

Arab Saudi memberi bantuan militer kepada pemerintahan Yaman yang sah melawan pemberontak pada Maret 2015 lalu. Mereka ingin membantu membangun kembali pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Akibat perang tersebut sebanyak 14 juta warga Yaman terancam kelaparan. Sementara, tiga perempat populasinya atau sekitar 22 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Organisasi-organisasi yang memberikan bantuan di Yaman memperkirakan ada sekitar 85 ribu anak-anak yang mungkin akan mati karena kelaparan dan kolera. Sementara itu, sudah puluhan ribu rakyat sipil tewas karena serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement