REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rektor Univeristas Terbuka (UT) Prof Ojat Darojat menilai, wacana pemangkasan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) pada jenjang sarjana dan diploma tidak akan menjadi masalah bagi kampus. Hanya yang terpenting, kata dia, bagaimana wacana tersebut bisa meningkatkan profil kompetensi para lulusan suatu universitas.
“Jadi selama pemangkasan jumlah dan bobot SKS tersebut mendukung tercapainya profile lulusan yang ingin dicapai oleh suatu prodi maka tidak ada masalah,” kata Prof Ojat saat dihubungi Republika.co.id, Senin (3/12).
Untuk itu Ojat meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) benar-benar mengkaji secara matang wacana pemangkasan jumlah SKS bagi jenjang sarjana dan diploma tersebut. Jangan sampai, pemangkasan jumlah SKS tersebut malah akan menurunkan kualitas lulusan perguruan tinggi.
“Yang terpenting dari suatu proses pendidikan adalah profil kompetensi para lulusan, jadi setiap kebijakan harus mendorong profil kompetensi lulusan itu,” jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mewacanakan untuk memangkas jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) pada jenjang sarjana (S1) dan diploma. Namun berapa jumlah SKS yang akan dipangkas masih dikaji oleh pihak Kemenristekdikti.
Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan, saat ini bobot SKS untuk S1 mencapai 144 SKS dan diploma mencapai 120 SKS. Jumlah SKS tersebut dinilai terlalu berat,menghambat kreativitas mahasiswa, dan juga membebani pembiayaan.
"Saya kira untuk S1 jadi maksimal 120 SKS, dan D3 90 SKS itu sudah cukup," kata Nasir di Jakarta, Senin (3/12).
Selain mahasiswa, kata Nasir, bobot SKS tersebut juga dinilai membebani dosen. Karena dengan jumlah SKS tersebut, dosen terlalu sibuk mengajar di kelas dan lupa melakukan penelitian.
"Kalau SKS nya terlalu banyak, mahasiswa dan dosen tidak bisa mengeluarkan kemampuannya dengan baik dan dosen tidak bisa melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas mengajar," ucap Nasir.