REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, penguasaan serta adopsi teknologi baru dan tenaga kerja yang terampil merupakan hal mutlak untuk implementasi revolusi industri keempat (4IR). Sebab, tren ini telah mengubah wajah industri manufaktur di era modern.
Airlangga menjelaskan, hadirnya disruptive technologies seperti artificial intelligence dan big data analytics telah mengubah sistem produksi global. "Dampaknya dirasakan dalam segala hal mulai dari proses produksi hingga manajemen rantai pasokan global (global supply chains)," tuturnya dalam acara Co-Class: The Fourth Industrial Revolution System Transformation di Gedung Kemenperin, Selasa (4/12).
Airlangga menuturkan, ketika otomatisasi semakin cepat dan biaya produksi semakin menurun, tenaga kerja murah tidak akan lagi menjadi strategi efektif untuk menarik investasi di bidang manufaktur. Negara-negara di seluruh dunia, khususnya Indonesia, perlu mempercepat laju transformasi atau beresiko kehilangan daya saingnya.
Airlangga menjelaskan, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah positif untuk menarik sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan guna membangun ekonomi digital. Khususnya, melalui peningkatan kualitas pendidikan vokasi yang akan dilakukan sejak awal mulai dari tingkat Sekolah Menengah Kejuruan dengan program link and match dan peningkatan lebih lanjut di tingkat Politeknik.
Peningkatan kualitas pendidikan vokasi akan didorong melalui penyesuaian kurikulum dan keterlibatan yang aktif dari sektor industri.
Untuk mempercepat implementasi 4IR di Indonesia, Kemenperin menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga mitra. Di antaranya Tsinghua University (RRT), Fraunhofer IPK (Jerman), ESG (Singapura), dan National Research Council for Economics, Humanities, and Social Sciences (Korea Selatan).
Khusus pada kerjasama dengan Tsinghua University, beserta mitra lokalnya yaitu Yayasan United In Diversity, dititikberatkan pada peningkatan kapasitas SDM dalam bidang inovasi dan entrepreneurship leadership untuk industri 4.0. Kerja sama ini diimplementasikan melalui pelaksanaan capacity building SDM melalui diklat Co-Class Industry yang berakhir pada Desember ini.
Airlangga berharap, kegiatan ini dapat menghasilkan SDM yang memiliki kunci era 4IR. "Yakni, pola pikir yang baru, pengetahuan atas teknologi digital, dan sikap kepemimpinan yang baik dalam era digital," ujarnya.
Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar menjelaskan, Co-Class merupakan program pendidikan kepemimpinan profesional bersama oleh Yayasan UID berkolaborasi dengan Tsinghua University, dan Institut Teknologi Bandung.
Program ini menawarkan pengalaman belajar yang unik yang memungkinkan para pemimpin sistem dari tiga pilar (Bisnis, Pemerintah, dan Masyarakat Sipil). Tujuannya, untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan yang dibutuhkan pada abad ke-21 dan mengajak mereka untuk mengeksplorasi secara kolektif dalam menciptakan apa yang disebut sebagai Solusi Berorientasi pada Keberlanjutan.
Haris mengatakan, berbicara mengenai berkembangnya persaingan di dunia industri manufaktur, tidak serta merta hanya fokus pada bagaimana pelaku industri beradaptasi dan menerapkan elemen-elemen dari industry 4.0. Di antaranya, penggunaan Artificial Intelligence, Micro Cencor dan Internet of Things.
Haris menjelaskan, kesuksesan industri Indonesia untuk dapat mengimbangi dan memanfaatkan perkembangan industry 4.0 terletak pada bagaimana kita mempersiapkan SDM berkualitas. Khususnya, memiliki sifat dari ego sektoral dan egosentris ke ekosentris dan kolektif, dari transaksional ke transformasional dan trust based, dari perdebatan ke dialog, dari eksklusif ke inklusif, dan dari aksi yang berkelompok ke aksi yang holistik dan kolaboratif.
Menurut Haris, kegiatan ini sejalan dengan salah satu program pemerintah. "Yaitu, revolusi mental guna mempersiapkan diri manusia Indonesia yang lebih optimistis dalam menghadapi persaingan dunia," ujarnya.