REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Jawa Barat, meminta masyarakat setempat mengurangi konsumsi beras. Permintaan ini disampaikan mengingat tingginya tingkat konsumsi beras di wilayah itu.
"Berdasarkan data kami, rata-rata konsumsi beras per orang mencapai 114 kilogram dalam setahun," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bekasi Agus Trihono di Cikarang, Selasa (4/12).
Jika kondisi ini berlanjut, menurut dia, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk itu pihaknya menekankan kepada masyarakat agar mengurangi konsumsi beras dan lebih banyak konsumsi sayuran, buah-buahan, serta protein, seperti ikan dan daging.
"Pola makan masyarakat kita itu yang salah, terlalu banyak makan karbohidrat. Jadi badannya bukannya tinggi ke atas, tapi malahan ke depan dan ke samping, ini harus diperbaiki," katanya.
Salah satunya adalah menyosialisasikan pengurangan konsumsi beras ke sejumlah sekolah maupun kelompok Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dengan cara menyajikan hidangan alternatif seperti olahan singkong dan jagung. "Dengan sosialisasi ini kita akan melakukan pendekatan ke semua lini. Diharapkan angka konsumsi beras menurun, sesuai harapan yang kita inginkan," katanya.
Menurut Agus, mengubah pola makan bukanlah hal mudah sebab masyarakat masih berpikir belum merasa kenyang kalau belum makan nasi meskipun sudah menyantap menu lain. "Pola pikir itu harus kita rubah pelan-pelan, tidak bisa langsung. Makanya sosialisasi harus dari anak-anak sekolah, agar paham dari usia dini. Kalau yang sudah tua agak repot," katanya.
Dia memastikan imbauan untuk mengurangi konsumsi beras bukan karena persedian beras yang kurang namun agar masyarakat bisa hidup lebih sehat lagi. "Justru kalau konsumsi beras kita menurun, terus produksi beras kita meningkat bisa kita jual, sehingga putaran uang di Kabupaten Bekasi jadi lebih banyak," katanya.
Untuk melihat perubahan pola makan masyarakat sudah ada alat yang akan mampu mendeteksinya. Seperti neraca bahan makanan yang dapat melihat konsumsi karbohidrat per orang.
"Ada alat untuk mengecek karbohidratnya, kalau masih tinggi pasti tidak berhasil, dan ada apa di masyarakat kita," katanya.