REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara saat ini tengah berkembang menjadi salah satu penyangga di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Berada pada Bagian barat pulau Buton dan terletak pada perlintasan antara bagian barat (tengah) dan timur Indonesia, Kota Baubau dinilai memiliki posisi yang strategis sebagai jalur transit atau persinggahan yang menghubungkan jalur pelayaran antara Barat dan Timur Indonesia, antara Surabaya dan Makassar, antara Maluku dan Papua.
Posisi strategis Kota Baubau juga ditopang oleh keberadaan pelabuhan alamnya yang menghadap ke utara yang merupakan pelabuhan utama dan menjadi penghubung antarkawasan Barat dan Timur Indonesia pada jalur pelayaran Nusantara. Hal ini menyebabkan sejak dulu kala daerah atau Kota Baubau menjadi pusat sirkulasi dan distribusi barang kebutuhan bagi daerah-daerah dalam kawasan sekitarnya termasuk barang-barang hasil laut, hasil hutan, hasil pertanian ke luar daerah.
Pakar kelautan dan perikanan, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan dengan menjadikan Kota Baubau sebagai pusat logistik, industri, dan ekonomi KTI seperti Kota Makassar, maka masalah disparitas pembangunan antar wilayah dan ketimpangan sosial akan secara signifikan dapat diatasi. Dan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Baubau akan lebih besar dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Namun, menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB it, Kota Baubau memiliki berbagai tantangan untuk menjadi daerah penyangga di Kawasan timur Indonesia. Tantangan tersebut antara lain, jauhnya jarak (remoteness) Kota Baubau dari pusat konsumen dan pasar nasional (Jawa, khususnya Jabodetabek) maupun pasar global, infrastruktur, dan lain-lain.
“Infrastruktur (pelabuhan, bandara, jaringan jalan, listrik dan gas, telekomunikasi, internet (digital), air bersih, pengolahan limbah, dan lain-lain) belum memenuhi syarat sebagai Kota yang maju, makmur, dan mandiri,” ujarnya saat menjadi narasumber pada acara Diskusi Terbatas “Bumi Seribu Benteng: Penyangga Kawasan Indonesia Timur” yang dilaksanakan Pemerintah Kota Baubau di Jakarta, Senin (3/12).
Selain itu, menurut Prof Rokhmin yang juga mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, sebagian besar unit usaha (sektor pembangunan) di Kota Baubau masih tradisional, belum menerapkan teknologi terakhir dan manajemen modern (economy of scale, sistem rantai suplai terpadu, dan ramah lingkungan serta sosial) produktivitas, daya saing, dan sustainability rendah.
“Iklim investasi dan kemudahan berbisnis (ease of doing business) belum memenuhi kriteria sebagai Kota yang maju dan makmur,” ujar Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (4/12).
Adapun kendala lainnya adalah Konsep pembangunan (RPJMD dan Blueprint) belum tepat dan dilaksanakan secara berkesinambungan, lemahnya promosi dan pemasaran untuk mendatangkan dana APBN, investor, wisatawan, dan tamu (visitor), SDM yang berkualitas (knowledge, skills, dan work ethics) jumlahnya masih kurang, dan belum ada Kawasan Industri atau KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) sebagai prime mover (penggerak utama) pembangunan wilayah, dan daya tarik investasi dan bisnis.
Untuk menghadapi berbagai kendala dan tantangan tersebut, Rokhmin Dahuri mendorong kebijakan Pembangunan Kota Baubau menjadi Kawasan dengan langkah-langkah sebagai berikut : pertama, penyusunan atau revisi (penyempurnaan) dan implementasi RTRW : (1) minimal 30 persen total luas wilayahnya untuk kawasan lindung (protected area) berupa hutan lindung, RTH, situs budaya, sempadan pantai dan sungai, dan lain-lain; (2) maksimal 70 persen wilayahnya untuk kawasan pembangunan (industri maufaktur, idustri kreatif, pariwisata, perikanan, pertanian, pelabuhan, perkantoran, kawasan bisnis, pemukiman, dan infrastruktur); dan (3) jaringan transportasi, drainasi dan irigasi, listrik, telkom, internet, air bersih, pengelolaan limbah (waste management), dan lain-lain.
Kedua, revitalisasi sektor-sektor ekonomi yang ada (existing) supaya lebih produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan (sustainable).
Ketiga, mengembangkan sektor-sektor dankawasan- kawasan ekonomi baru yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan sustainable.
Keempat, membangun KEK di dekat pelabuhan atau bandara berbasis: industri manufaktur, maritim, agroindustri, ESDM, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Kelima, revitalisasi dan pengembangan sektor-sektor ekonomi pada butir-2, 3, dan 4 di atas harus menerapkan: (1) economy of scale; (2) integrated supply-chain management system (hulu – hilir secara terpadu); (3) teknologi mutakhir di setiap rantai suplai; (4) teknologi Industri-4.0 (seperti digital, IoT, Artificial Intelligent, Big Data, dan bioteknologi); dan (5) ramah lingkungan (sustainable).
Keenam, tata kota (layout, landscape, taman kota, gedung, dan bangunan lain) mesti dibuat efisien, bersih, sehat, indah, asri, nyaman, dan aman.Sehingga, Kota Baubau menjadi tempat tinggal yang menyenangkan dan membahagiakan (smart and green city).
Ketujuh, revitalisasi dan pembangunan infrastruktur dan fasilitas untuk mendukung Kota Baubau sebagai KEK dan smart and green city. Jadikan Pelabuhan Maruhum sebagai international hub port.
Kedelapan, melaksanakan Good Governance untuk hadirkan iklim investasi dan kemudahan berbisnis yang kondusif dan atraktif.
Kesembilan, pembangunan SDM berkualitas dan berdaya saing tinggi melalui program DIKLATLUH yang benar, tepat, dan berkesinambungan.
Kesepuluh, mengembangkan Penelitian dan Pengembangan atau Riset & Development berbasis Industri 4.0.
Kesebelas, menciptakan kebijakan politik-ekonomi yang kondusif.