Rabu 05 Dec 2018 22:55 WIB

Asosiasi Petani Bantah Program Sawahnisasi Pemerintah Gagal

Penghitungan luas baku lahan sawah tidak menjamin proses sawahnisasi berjalan baik

Red: EH Ismail
Petani membajak sawah yang akan ditanami di kawasan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/12/2018).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Petani membajak sawah yang akan ditanami di kawasan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (1/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Petani Centre Entang Sastraatmaja mengatakan, metode penghitungan luas baku lahan sawah tidak bisa menjamin sejauh mana proses sawahnisasi berjalan dengan baik. Hal itu dikatakan Entang terkait metode penghitungan luas baki lahan sawah dengan pendekatan Kerangka Sampel Area (KSA) yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS).

"Artinya mereka menganggap sistem ubinan sebagai metode perkiraan hasil panen sudah tidak baik lagi. Tapi sejauh mana jaminan itu dengan citra satelit bisa membedakan sawah yang umurnya dua atau tiga bulan," kata Entang, Rabu (5/12).

Menurut Entang, citra satelit tidak bisa mengukur mana sawah rusak atau semplak. Penggunaan citra satelit membutuhkan kehati-hatian sehingga tidak merumuskan hasil akhir adanya kekeliruan data sampai 32 persen.

"Secara logika namanya satelit kan dari atas, dia tidak bisa mengukur sawah yang semplak. Saya kira harus hati-hati dalam menggunakan citra satelit dan jangan dengan serta merta mengatakan situasi yang lalu itu keliru benar sampai 32 persen," ujarnya.

Apalagi, setahu Entang, keputusan pemuktahiran data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dilakukan tanpa ada koordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Padahal, Kementan selaku pemerintah harus dilibatkan agar tidak terjadi gaduh di kalangan masyarakat bawah.

"Walau bagaimanapun juga, Kementerian Pertanian harus diajak ngobrol juga. Ini kan untuk menghilangkan kegalauan di masyarakat. Saya yakin, kementan juga membuat perencanaan berdasarkan data BPS, tidak mungkin mereka mengukur atas data sendiri," tuturnya.

Sebelumnya Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Pertanian Kementerian ATR/BPN Vevin S Ardiwijaya memperkirakan lahan area persawahan berkurang lagi hingga 20%.

"Ini saja dari hasil terbaru 2018, (luas sawah menurut Badan Pusat Statistik/BPS) yakni 7,1 juta hektare (ha) berdasarkan citra satelit. Ke depannya diprediksi berkurang lagi sampai 20%," ujar Vevin S Ardiwijaya kepada media (4/12).

Menurut Vevin, pengurangan yang cukup signifikan itu karena dari hasil verifikasi langsung ke lapangan ditemukan banyak lahan sawah yang sudah memiliki izin alih fungsi. Ada yang berubah menjadi mal dan menjadi bangunan lain.

"Ke depan, Kementerian ATR/BPN fokus menggarap rancangan peraturan presiden untuk mempersulit alih fungsi lahan," kata dia.

Penyusutan Sawah

Mengenai area lahan persawahan yang menyusut setiap tahun, Entang Sastraatmaja membantah jika sawahnisasi yang dicanangkan Pemerintah melalui Kementan divonis gagal.

"Kita tidak bisa mengatakan sawanisasi gagal total. Pasti ada yang baik ada yang berhasil. Kebijakan itu harus kita hormati, harus ditopang oleh semua pihak. Kan untuk melakukan sawahnisasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat. tapi bagaimana mengajak daerah, baik provinsi, kabupaten dan desa," katanya.

Menurut Entang, data BPS terbaru bahkan menyebutkan adanya penambahan sawah di pulau Jawa, utamanya Jawa Timur yang mengalami peningkatan sebesar 1000 hektare.

"Persoalan kita di lapangan adalah bawah sawahnisasi itu tidak mudah. di Jawa Barat saja bisa dikatakan hanya 600 hektare saja yang berhasil," ujarnya.

Setiap Tahun Ribuan Sawah Dicetak

Pemerintah berusaha bersinergi dalam melalukan upaya menghadapi pengurangan area persawahan. Selain peraturan Presiden yang akan mempersulit  alih fungsi lahan, Kementan juga terus mencetak sawah.

Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Pending Dadih Permana mengatakan, selama empat tahun ini Kementan telah mencetak 215.811 lahan baru yang berjalan sejak 2015. Lahan tersebut dipastiakan sudah memberi hasil yang cukup baik.

"Sudah menghasilkan 20.070 hektar, kemudian 2016 menghasilkan 129.096 dan 2017 seluas 60.243 hektare," kata Pending.

Sedangkan pada sektor optimasi lahan rawa, konversi lahan rawa pada 2016 mencapai luasan 3.999 hektare, pada 2017 seluas 3.529 hektar dan pada 2018 telah terealisasi seluas 16.400 hektare.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement