REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani menjelaskan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto tidak pernah marah atau benci terhadap wartawan yang meliput kegiatannya. Kritik keras Prabowo lebih ditujukan kepada pemilik media yang dianggapnya lebih sebagai partisan daripada menjadi rujukan informasi bagi masyarakat.
"Pak Prabowo itu tidak menyalahkan para jurnalis dan wartawan di lapangan yang telah melaksanakan tugasnya, tetapi Pak Prabowo mengkritik para petinggi dan pemilik media yang memang terkesan sebagai partisan politik," ujar Muzani dalam keterangannya, Rabu (5/12).
Tak hanya itu, Muzani juga menilai ada upaya dari pihak tertentu yang memengaruhi media arus utama untuk tidak bersikap objektif saat memberitakan kegiatan Prabowo. Ia menyebutkan sejumlah kasus sebagai bukti.
"Ada beberapa peristiwa ya. Pertama, pidato Pak Prabowo soal Profesor Fisika, ini dipelintir. Soal ojol, ini dipelintir. Bahkan, soal dukungan Prabowo ke Palestina juga dianggap pro Israel, Jelas ini ada yang bermain," tutur Muzani.
Puncak kekesalan Prabowo, menurut Muzani, adalah ketika sejumlah media televisi tidak secara proporsional memberitakan acara Reuni 212. Ketika ada acara yang sangat besar dan menjadi salah satu sejarah berkumpulnya umat Islam Indonesia malah tidak ditayangkan.
"Malah kebanyakan dari media menyoroti pascareuni. Ada soal sampahnya, ada soal ditunggangi kelompok politik tertentu. Ini kan bahaya. Masyarakat tidak dapat informasi yang benar," ujar Muzani.
Muzani mengingatkan, sebagai salah satu dari empat pilar demokrasi, media seharusnya bersikap objektif dan berkewajiban memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk mendapat informasi yang benar.
"Apalagi, media TV itu kan menggunakan frekuensi publik yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan pemberitaan yang objektif dan bukan untuk kepentingan sekelompok orang saja," ucap Muzani.
Di mata Muzani, kritik Prabowo terhadap media merupakan hal yang wajar. Ia mengatakan, yang tersinggung hanyalah mereka yang tidak objektif.
"Tapi, jangan tersinggung kalau Pak Prabowo menyampaikan hal tersebut jika kalian memberitakan secara objektif pada masa pemilu ini," jelas Muzani.
Saat menghadiri Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Rabu (5/11), Prabowo sempat menyindir keberadaan para jurnalis yang hadir di acara tersebut.
"Ada wartawan nggak di sini? Mereka ke sini nungguin gue salah ngomong," kata Prabowo.
Mantan Danjen Kopassus tersebut juga menyindir sejumlah media yang tidak melihat aksi Reuni Alumni 212 sebagai peristiwa yang besar. Ia menyebut ada upaya memanipulasi demokrasi yang dilakukan oleh beberapa media yang menganggap dirinya objektif.
"Sudah saatnya kita bicara apa adanya, Yang bener, bener. Yang salah ya salah. Mereka mau mengatakan yang 11 juta hanya 15 ribu, bahkan ada yang kalau lebih dari 1.000 dia nantang minta, terserah deh apa yang dia minta," kata Prabowo.
Prabowo juga mengaku tidak lagi percaya dengan media mainstream. Bahkan, Prabowo mengaku membaca koran hanya untuk melihat kebohongan demi kebohongan.
"Saya katakan, hei jurnalis-jurnalis, kalian tidak berhak sandang sebagai jurnalis. Saya katakan mulai sekarang jangan lagi hormati mereka karena mereka semua antek," ujarnya diikuti sorakan peserta yang dihadiri mayoritas oleh penyandang disabilitas.
Usai acara, Prabowo memilih menghindar dari media."Kamu dari mana?," kata Prabowo kepada salah satu wartawan televisi sebelum ia beranjak pergi.
Para awak media pun mengejar Prabowo hingga ke pintu keluar hotel. Prabowo sempat berhenti meladeni sejumlah pertanyaan, namun akhirnya ia kembali melanjutkan langkahnya ketika para jurnalis kembali mengepungnya.
"Kebebasan pers itu harus objektif memberi tahu apa adanya," ucapnya.