REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Habib Bahar bin Smith akhirnya memenuhi panggilan Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis (6/12). Bahar hadir ke Bareskrim Polri pukul 11.28 WIB.
Bahar datang dengan mengenakan gamis putih dengan sorban bermotif cokelat yang dikerudungkan ke kepalanya. Bahar memakai kaca mata hitam dan masuk ke ruang pemeriksaan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kehadiran Bahar ini merupakan respons atas panggilan kedua setelah sempat mangkir pada panggilan pertama, yakni pada Senin (3/12) lalu. Pendiri Majelis Pembela Rasulullah itu datang beserta simpatisannya.
Di luar Bareskrim, tepatnya di seberang Stasiun Gambir, Jalan Medan Merdeka Timur, berkumpul para simpatisan Bahar bin Smith yang berorasi sambil bersalawat. Mereka juga menyertakan protes dengan poster.
Kuasa hukum Bahar, Sugito Aryo Pawiro mengklaim ada 54 pengacara yang siap mendampingi Bahar bin Smith. "Ada dari GNPF, TPM, bantuan hukum FPI," kata dia.
Bahar dilaporkan ke kepolisian lantaran mengatakan bahwa Jokowi banci dalam suatu ceramahnya. Setidaknya terdapat dua laporan yang ditujukan pada Bahar Smith.
Laporan tersebut ada di Bareskrim Polri dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Bahar diduga melanggar UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Ernis dan Pasal 207 KUHP dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun penjara.
Polisi masih mempertimbangkan kemungkinan Bahar dijadikan tersangka dalam kasus ini. "Selama penyidik menemukan itu, penyidik yang mempertimbangkan. Ada mekanisme, selama alat bukti cukup bisa saja (jadi tersangka)," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Polisi Syahar Diantono, Jakarta, Kamis.
Kendati demikian, Syahar menegaskan, hingga Kamis siang, status Bahar masih merupakan saksi terlapor. Syahar sendiri mengapresiasi kemauan Bahar yang sudah mau datang untuk menjalani pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Porli.
"Alhamdulillah tadi sesuai panggilan sudah hadir di Dittipid karena waktu masuk waktu salat dzuhur jadi di-pending dan dilanjutkan setelah zuhur didampingi pengacara," ujar dia.
Lebih lanjut, Syahar menuturkan bahwa kasus ini telah memasuki tahap penyidikan. Penyidik menyatakan telah memeriksa total 15 saksi terkait kasus ini.
Saksi umum sebanyak 11 orang telah diperiksa oleh penyidik Bareskrim dan Polda Sumsel. Sedangkan empat lainnya merupakan saksi Ahli pidana, laboratorium forensik, ahli ujaran kebencian dan bahasa.
Penyidik juga telah menyita delapan barang bukti yang terkait dengan peristiwa tersebut guna kepentingan penyidikan. Kesimpulan sementara, bahwa benar telah dilaksanakan acara penutupan Maulid Arba’in pada 8 Januari 2017 di Gedung Ba’alawi, Jalan Ali Ghatmir Lorong Sei Bayas, Kelurahan Ilir, Ilir Timur Palembang yang dihadiri kurang lebih 1.000 orang.
"Penyidikan sudah menemukan alat bukti terkait itu. Arah penyidikan setelah ditemukan alat bukti mengarah ke pidana UU nomor 40," ucap Syahar.
Materi pokok penyidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum pun lebih pada ujaran kebencian yang dilontarkan Bahar terkait SARA. Namun, kata Syahar, tidak menutup kemungkinan penyidikan kemudian berkembang.
"Itu pengembangan nanti ya. Kita bicara yang disidik pidana umum," ucap Syahar.
Dalam pernyataan sebelumnya, Bahar sendiri enggan meminta maaf pada Jokowi terkait kasus ini. "Demi Allah, lebih baik saya membusuk di penjara," kata Bahar saat menghadiri Reuni 212 Ahad (2/12).
Baca juga
- Proses Hukum Cepat untuk Habib Bahar yang Mengaku tak Gentar
- Kasus Bahar Cepat Ditangani, Polri: Sudah Sesuai Prosedur
- 'Kasus Habib Bahar Diproses Cepat, Bupati Boyolali Lambat'
Pendapat pakar hukum
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta Andi Hamzah mengatakan Habib Bahar bin Smith tidak bisa dikenakan pasal penghinaan presiden. Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 sudah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Andi menjelaskan ketentuan penghinaan presiden dan wakil presiden yang dibatalkan oleh MK termuat dalam Pasal 134, 136, dan 137 KUHP. Pascaputusan ini, delik pidana penghinaan presiden tidak berlaku.
Dengan demikian, ia mengatakan, jika nantinya kepolisian memutuskan meningkatkan kasus ini ke penyidikan maka Habib Bahar hanya bisa dijerat dengan pasal penghinaan biasa, yakni Pasal 310 KUHP. "Ya, jatuhnya jadi menghina orang biasa karena oleh MK (pasal penghinaan presiden) sudah dicabut,” ucapnya pada Republika.co.id, Rabu (5/12).
Kendati demikian, Andi menerangkan, ada syarat lain agar Habib Bahar bisa dijerat. Syarat tersebut, yakni pelapor haruslah pihak yang dirugikan.
Artinya, Jokowi yang harus membuat laporan ke polisi. Sementara, pemanggilan Habib Bahar sebagai saksi dilakukan berdasarkan laporan yang dibuat oleh pihak-pihak lain.
"Kalau orang lain yang mengadu, ya, tidak bisa,” ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan, Jokowi hanya punya waktu enam bulan untuk melaporkan penghinaan terhadap dirinya sejak tindakan tersebut dilakukan oleh Habib Bahar. Sementara ceramah Habib Bahar yang menjadi materi laporan terjadi sekitar dua tahun lalu.
Andi juga membandingkan penghinaan terhadap Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono ketika aksi demontrasi pada 2010 silam. Kala itu, ia mengatakan, demonstran menggunakan SBY Kerbau yang diberi nama 'Si Lebay'.
Andi menambahkan pernyataan demonstran untuk menunjukkan SBY gendut dan lambat itu lebih parah dibandingkan pernyataan Habib Bahar kepada Jokowi. Akan tetapi, dia mengatakan, SBY diam saja ketika itu.
"Tidak membesarkan masalah, kalau yang ini diributkan ke seluruh Indonesia,” ucapnya.
In Picture: Habib Bahar Penuhi Panggilan Penyidik Bareskrim Polri
Sejumlah massa mengawal pemeriksaan Habib Bahar bin Smith di depan Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (6/12).