REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, penyidik akan mulai mempelajari putusan Hakim atas Gubernur nonaktif Jambi, Zumi Zola. Dalam putusan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu terdapat aliran uang ke 53 anggota DPRD Jambi. Sehingga tak menutup kemungkinan, KPK bisa menjerat para anggota DPRD Jambi.
"Saat ini posisinya tim masih perlu mempelajari lebih lanjut bagaimana pertimbangan-pertimbangan hakim," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Kamis (6/12).
"Fakta-fakta yang muncul di persidangan sampai nanti jika memang ada bukti yang jauh lebih kuat. Ada pengembangan perkara itu sangat dimungkinkan," ujar Febri menambahkan
Dalam putusan Zumi Zola, Majelis Hakim meyakini Zumi Zola terbukti bersalah menyuap anggota DPRD Jambi sebesar Rp16,34 miliar. Zumi Zola juga terbukti menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha di Jambi. Atas perbuatannya, Zumi Zola divonis enam tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam putusannya , Majelis Hakim juga menolak pengajuan Justice Collabolator (JC) Zumi Zola. "Majelis hakim sependapat dengan JPU KPK yang tidak menetapkan terdakwa JC," ujar Hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (6/12).
Namun, Majelis Hakim mengapresiaasi kepada terdakwa yang telah berterusterang dan mengakui keslaahanya, serta bertikad baik mengembalikan uang Rp 300 juta yang telah digunakan untuk biaya umroh. Hal tersebutlah sebagai dasar majelis hakim mengurangi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan yakni pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalankan pidana pokok. Dalam putusan berdasarkan dakwaan pertama, Majelis Hakim meyakini Zumi Zola terbukti menerima gratifikasi lebih dari Rp 40 miliar dan satu unit mobil Alphard. Gratifikasi tersebut berasal dari Afif Firmansyah Rp34,6 miliar, Asrul Pandapotan Rp2,7 miliar, dan Arfan Rp3 miliar,30 ribu dollar AS, serta 100 ribu dollar Singapura.
Gratifikasi itu digunakan Zumi Zola untuk melunasi utang-utangnya saat kampanye sebagai calon Gubernur Jambi. Zumi Zola juga dinilai telah mengalirkan uang tersebut untuk keperluan adiknya, Zumi Laza yang akan maju sebagai calon Wali Kota Jambi.
Sementara putusan berdasarkan dakwaan kedua, Majelis Hakim meyakini Zumi Zola terbukti telah menyuap 53 anggota DPRD Jambi. Zumi terbukti bersama-sama dengan Apif Firmansyah, Erwan Malik, Arfan dan Saifudin memberikan uang sebesar Rp 16,34 miliar sebagai uang "ketok palu". Uang itu digunakan agar DPRD Provinsi Jambi mengesahkan Rancangan APBD tahun 2017 sebesar Rp 12,9 miliar dan juga Rancangan APBD tahun 2018 sebesar Rp 3,4 miliar.
Adapun dalam pertimbangan Majelis Hakim, hal-hal yang memberatkan selama jalannya persidangan yakni perbuatan Zumi Zola bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya sedang memberantas korupsi.
Sementara hal yang meringankan yakni, Zumi Zola mengakui dan menyesali perbuatannya. Kemudian sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, dan telah mengembalikan uang ke KPK sebesar Rp300 juta.
Putusan Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yakni delapan tahun penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Atas perbuatannya Zumi Zola terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Serta Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.