REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia Effendi Ghazali menilai seharusnya kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tetap membuka akses kepada semua media. Sekalipun media tertentu menyakitinya, capres-cawapres dan timnya harus berusaha membuat media sedikit lebih masuk ke khittah independensinya.
“Yang penting how to win dulu, dengan sedikit demi sedikit memenangkan hati media. Setidaknya masuk lebih dalam ke ranah independensi," ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (6/12).
Menurut Effendi, kekesalan Prabowo terhadap media perlu segera disudahi. Bila tidak, nanti para pendukung, simpatisan, dan para peneliti pers akan mendiskusikan sendiri hal itu di media sosial.
"Capres cukup bicara sedikit. Isunya akan meledak kalau betul mencederai keadilan dalam jurnalistik. Begitu pula sebaliknya, kalau tidak mencederai keadilan dalam jurnalistik, maka seorang capres marah-marah seperti apapun tidak akan ada akibatnya," kata dia.
Ia mengatakan kemarahan kepada media massa terkait pemberitaan Reuni Akbar 212 merupakan hak Prabowo. Ia sepakat ada prinsip atau keutamaan jurnalistik yang diabaikan dalam pemberitaan media massa.
Namun, Prabowo harus tahu, media arus utama itu merupakan hasil interplay antara kepentingan memberitakan fakta, bisnis, dan kekuasaan. Bahkan, ia mengatakan, hal itu bisa juga disebut sebagai bentuk ketakutan atau tersandera pada kekuasaan.
"Itu terjadi di mana-mana, tidak hanya di Indonesia. Jadi capres harus sedikit menahan diri,” kata dia.
Sebelumnya, Prabowo mengungkapkan kekesalannya terhadap sejumlah media yang ia anggap tidak objektif dalam pemberitaan Reuni Aksi Damai 212 Ahad (2/12) lalu. Kekesalan tersebut disampaikan langsung Prabowo di depan peserta peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (5/12).
Kekecewaan Prabowo terlihat kembali usai acara. Mantan Danjen Kopassus itu berupaya menghindari awak media. Namun saat dicecar para jurnalis itu, Prabowo menuturkan beberapa media tidak mengabarkan apa yang sebetulnya terjadi di Reuni Aksi 212.
"Redaksi kamu bilang enggak ada orang di situ (Reuni 212). Hanya beberapa puluh ribu, itu kan tidak objektif," tukasnya kepada jurnalis yang hendak mewawancarainya.
Prabowo saat itu juga mengatakan, kebebasan pers harus ditunjukkan dengan objektivitas. Bila redaksi media menginformasikan ketidakbenaran, maka mereka harus ditegur. Jika tidak, nanti media itu akan ditinggalkan rakyat.
"Saya sudah enggak mau ngasih keterangan ke media yang enggak jelas, karena enggak akan disiarkan juga," tuturnya.