REPUBLIKA.CO.ID, ADEN— Pertempuran berlangsung terus antara kedua pihak yang berperang di Yaman kendati perundingan yang difasilitasi PBB berlangsung di Swedia pada Kamis (6/12).
Seorang perwira militer mengatakan kepada Xinhua, bahwa bentrokan bersenjata meletus antara pasukan pro-pemerintah dan gerilyawan Syiah Houthi di jalan masuk menuju Provinsi Adh-Dhalea di bagian selatan negeri tersebut.
Menurut salah seorang perwira yang enggan disebut namanya, lebih dari 10 gerilyawan Houthi dan tiga prajurit yang setia kepada pemerintah dukungan Arab Saudi tewas sementara beberapa orang lagi cedera.
Di Kota al-Hudaydah di pantai Laut Merah, Brigade Eimlaq terlibat dalam baku-tembak melawan gerilyawan Houthi yang berusaha memasuki daerah yang dikuasai pemerintah di Kabupaten Hays.
Satu sumber militer mengatakan petempur Houthi tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata sementara dan terus mengincar daerah yang dikuasai pemerintah dengan menggunakan bom mortir dan roket.
Kantor berita resmi Yaman, Saba, melaporkan bom yang ditembakkan gerilyawan Houthi mendarat di satu pusat perbelanjaan di al-Hudaydah, sehingga mengakibatkan kerusakan dan kepanikan di kalangan warga.
Sementara itu, jaringan televisi Masirah, yang berafiliasi kepada Houthi, melaporkan petempur kelompok yang didukung Iran tersebut menyerang tempat tentara Arab Saudi berkumpul di Wilayah Jizan di bagian barat-daya Yaman dengan menggunakan rudal rakitan.
Media lokal, sebagaimana dikutip Xinhua, yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat (7/12) siang, melaporkan pemimpin senior kelompok Houthi mengancam akan sepenuhnya menutup Bandar Udara Sana'a, yang dipandang sebagai jalur penting bantuan kemanusiaan dan saat ini digunakan untuk pengiriman bantuan mendesak, jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Menteri Luar Negeri Yaman Khaled Yamani, yang memimpin tim perunding pemerintah di Swedia, menuntut gerilyawan Houthi agar sepenuhnya mundur dari Kota Pelabuhan Laut Merah al-Hudaydah dan menyerahkan senjata mereka.
Beberapa pengamat berpendapat gerilyawan Houthi takkan menerima untuk menyerahkan senjata mereka dan beberapa pra syarat menunjukkan semua pihak masih belum memiliki keinginan baik untuk mencapai kesepakatan perdamaian.
Pembicaraan perdamaian yang ditaja PBB untuk membangun kepercayaan di antara pihak yang berperang di Yaman dimulai pada Kamis di Swedia, dalam langkah pertama untuk melanjutkan proses politik yang terhenti pada 2016.
Utusan Khusus PBB Martin Griffiths dalam satu taklimat menyampaikan harapan bahwa kemajuan "serius" ke arah perdamaian dapat dicapai di Swedia. "Saya kira dalam beberapa hari ke depan kita dapat menemukan penyelesaian bagi masalah tertentu yang bisa mengurangi penderitaan," katanya.
Pembicaraan itu diperkirakan berlangsung selama satu pekan, tergantung atas kemajuan konsultasi, kata Hanan Eldawadi, Kepala Pejabat Penerangan Umum di Kantor Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Yaman.
Pihak yang berperang di Yaman telah mengadakan beberapa babak pembicaraan perdamaian sejak konflik meletus setelah gerilyawan Al-Houthi merebut kekuasaan pada pengujung 2014.
Namun, semua pembicaraan ambruk dan gagal mencapai kesepakatan politik, sehingga mengakibatkan kerusuhan lebih lanjut.