REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mengkaji kebijakan peraturan pengetatan parkir di DKI Jakarta. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Sigit Widjatmoko menyebut pihaknya telah memiliki beberapa park and ride atau kantong parkir yang telah terhubung dengan angkutan umum massal.
Dia mencontohkan ada lima park and ride yang disiapkan. Antara lain park and ride Ragunan, Kampung Rambutan, Kali Deres, MH Thamrin Jakarta Pusat, dan Pulogebang.
“Untuk memfasilitasi pengguna angkutan umum massal, khususnya MRT maka disediakan fasilitas parkir di kawasan Depo Lebak Bulus, Jakarta Selatan,” ujar Sigit kepada Republika.co.id, Jumat (7/12).
Dia menyebut, pihaknya merencanakan adanya pembangunan fasilitas park and ride di tanah milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Jakarta Tourisindo. Tanah itu terletak di wilayah TB Simatupang, Fatmawati, Jakarta Selatan.
Menurut catatannya, park and ride tersebut memiliki kapasitas masing-masing. Terminal Kampung Rambutan memiliki kapasitas satuan ruang parkir sebanyak 80 mobil dan 120 motor. Lalu, park and ride Terminal Kalideres, Jakarta Barat memiliki kapasitas satuan ruang parkir sebanyak 100 mobil, dan 300 motor. Park and ride Terminal Pulogebang memiliki kapasitas satuan ruang parkir sebanyak 1.000 motor.
Kemudian, park and ride Terminal Ragunan, Jakarta Selatan memiliki kapasitas satuan ruang parkir sebanyak 91 mobil dan 50 motor. Terakhir, park and ride di wilayah Thamrin 10, tercatat memiliki kapasitas satuan ruang parkir sebanyak 230 mobil dan 100 motor.
Warga memarkirkan kendaraannya di Park and Ride jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (6/12).
Hal senada juga disampaikan Analis Kebijakan Transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan. Ia menyarankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menyediakan park and ride atau lahan parkir khusus sebelum adanya pengetatan parkir.
“Seharusnya, dibuat juga park and ride di pintu-pintu masuk Jakarta. Misalkan dekat terminal, dekat halte Transjakarta, dekat stasiun commuter line,” kata Tigor.
Park and ride itu, kata dia, juga harus memiliki tarif yang murah. Hal itu ditujukan agar kendaraan pribadi tak banyak masuk ke wilayah tengah DKI Jakarta.
Selain itu, pihaknya juga menyarankan kepada Pemprov DKI untuk menerapkan zonasi parkir. Desainnya yaitu, semakin ke tengah kota dan demand atau permintaannya semakin tinggi, maka tarif parkirnya pun semakin mahal. “Semakin ke pinggir kota atau semakin demand-nya rendah, permintaan penggunaan lahan parkir rendah ya tarifnya makin murah,” jelas Tigor.
Namun, secara keseluruhan, pihaknya menyetujui adanya kebijakan pengetatan perparkiran dengan cara pengurangan tempat parkir dan juga peningkatan tarif parkir. Dia mendukung kebijakan itu untuk diterapkan, mengingat tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memindahkan masyarakat dari transportasi pribadi menuju ke transportasi umum.
Tigor lalu menekankan, kebijakan ini harus dikawal secara ketat. Sebab, peningkatan tarif parkir juga turut menyumbang pendapatan yang banyak. Dia pun mengkhawatirkan adanya potensi penggelapan dana parkir dan juga potensi parkir liar. Oleh sebab itu, dia meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk berlaku tegas kepada oknum-oknum yang memanfaatkan kebijakan ini, terlebih untuk menggelapkan dana perparkiran.
“Parkir mahal itu bukan untuk cari uang ya, tapi untuk menekan orang supaya nggak mudah untuk menggunakan kendaraan pribadi. Tapi kalau dapat duit, kita juga nggak tolak kan. Nah, sebaiknya digunakan dengan baik. Jangan dikorup,” tegas dia.
Dia juga meminta kepada Pemprov DKI untuk turut menghilangkan parkir di bahu jalan, sebagai implementasi dari pengurangan tempat parkir. Oleh sebab itu, dia meminta, pengawasan dari Pemprov DKI pun juga harus lebih ketat.